Saat berhadapan dengan anak kita bukan hanya berhadapan dengan tubuhnya saja. Tapi, kita juga berhadapan dengan pikirannya, psikis, kemarahan, ketakutan dan berbagai macam emosi lainnya."Kehidupan keluarga adalah sekolah kita yang pertama untuk mempelajari emosi."-Daniel Gottman
Riset yang dilakukan John Gottman yang dilakukan 20 tahun, menunjukkan kalau cara orang tua menanggapi emosi anak berpengaruh terhadap dampak yang dirasakan anak. Hasil dari observasi pasa ratusan keluarga, banyak orang tua yang keliru dalam menghadapi emosi anak. Bahkan terhapus hingga bertahun-tahun lamanya.
Sebelum mengenal dampak kecerdasan emosional anak, kita kenali dulu macam-macam orang tua dalam menanggapi emosi anak. Kamu, termasuk orang tua yang seperti apa?
4 Tipe Orang Tua dalam menanggapi Emosi Anak
Ternyata dalam menanggapi emosi anak setiap orang tua punya cara yang berbeda loh. Cara orang tua tersebut yang akan mempengaruhi pola asuh anak. Anak juga melihat bagaimana orang tua merespon emosional yang anak rasakan. Yuk, jangan sampai kita salah dalam menanggapinya yang akan berdampak pada masa depannya kelak.1. Orang Tua yang Mengabaikan
Pasti kita sering lihat ya orang tua yang mengabaikan perasaan yang dialami anak? Atau kita yang merasakan sendiri oleh orang tua kita dulu?Saat anak mengalami emosi, orang tua tidak menghiraukan dan malah mengalihkan emosi anak. Orang tua justru mengalihkannya pada emosi lain.
"Udah ya jangan nangis, jagoan, anak laki-laki nggak boleh nangis. Jajan aja yuk!"
Anak tidak di validasi emosinya. Nantinya anak akan kebingungan mengenali emosinya.
2. Orang Tua yang Tidak Menyetujui Anak
Orang tua yang kritis tehadap emosi, memarahi anak karena anak menangis. Orang tua yang meremehkan perasaan anak."Kamu kan kuat, jangan nangis ya!"
Anak marah malah balik memarahi anak karena tidak boleh marah. Orang tua melarang anak marah, sedangkan mereka mencontohkan marah-marah pada anak.
3. Orang Tua Laissez Faire
Menerima dan berempati pada anak, mereka tidak menumbuhkan batasan ketika anak melakukan berbagai macam emosi.Namun, tidak ada tindakan lanjut lagi setelah berempati. Mereka cenderung membiarkan anak.
4. Orang Tua Pelatih Emosi
Ini yang harusnya kita terapkan pada anak. Orang tua yang konsisten menanggapi perasaan yang diungkapkan oleh anak. Orang tua juga melatih emosi anak sehingga anak belajar memecahkan masalah.
Dampak Emosi Anak dari Cara Orang Tua Menanggapi
Dari respon orang tua, ada dampak yang ditimbulkan dalam mengelola emosi anak. Bisa dilihat dari tanda-tanda anak mengelola emosi.1. Dianggap Tidak Sesuai dengan Cara Menanggapi Emosi
Anak bingung dengan perasaannya sendiri. Kenapa aku memiliki perasaan ini, apakah aku tidak boleh memiliki perasaan ini?Apakah aku salah karena marah dan takut? Anak jadi kebingungan untuk mengungkapkan emosinya. Setelah dewasa ia akan lebih banyak memendam emosinya sendiri.
2. Anak Tidak Belajar Mengenal Emosi
Anak tidak mengenal emosi yang ia rasakan. Tidak punya kemampuan untuk mengatur emosi mereka. Sejak kecil dilarang, nanti saat tumbuh menjadi remaja menjadi sulit untuk menceritakan emosi ke orang tua dan orang lain.Jadi orang tertutup dan sulit untuk mencari bantuan karena trauma saat diabaikan emosinya. Kalau kamu merasa seperti ini, coba lihat kembali apakah masa kecil sering diabaikan emosinya oleh orang tua?
Yuk, putus rantai ini untuk selalu tidak mengabaikan emosi anak, sekalipun menurut kita sepele, tapi tidak bagi anak yang sedang belajar mengelola emosinya.
3. Anak Tidak Belajar Mengatur Emosi
Sulit mengatur emosi yang mereka rasakan. Orang tua yang peka terhadap emosi anak, tahu bahwa anak sedang merasakan ketakutan, marah, kecewa dan lainnya. Lalu, bagaimana seharusnya respon kita sebagai orang tua?Bagaimana Cara Menjadi Orang Tua Pelatih Emosi?
Menjadi orang tua pelatih emosi akan berdampak baik baik bagi anak. Manfaat mengelola emosi bagi anak akan anak rasaka sendiri hasilnya.1. Menjadikan Momen Tersebut untuk Dekat dengan Anak
Ketika anak mengalami berbagai macam emosi, jadikan peluang untuk dekat dengan anak. Kita bisa ajarkan anak caranya mengatur emosi dan memberikan keterampilan baru dalam mengelola emosi.
2. Berempati dan Memvalidasi Emosi Anak
Berempati ketika anak sedang merasa marah atau takut. Bahwa benar tidak apa-apa jika anak merasakan hal tersebut.Ini adalah salah satu masa sulit aku sebagai orang tua. Pasalnya kalau anak sedih itu kenapa terlihat lucu ya? Susahnya menahan untuk Tidka tertawa saat anak sedang sedih.
Baru saja tadi pagi ketika lagi makan donat tiba-tiba donatnya dimakan Ayam. Sontak Aqlan langsung nangis kencang, dia sedih dan kaget. Segera ia berlari menghampiri aku yang sedang memasak di dapur.
Lucu banget liat ekspresinya, tapi aku berusaha untuk tetap berempati dan memvalidasi emosinya. Mencoba menenangkannya, ia jadi lebih tenang dan menemukan solusinya dengan mengatakan, "Besok beli lagi ya Mbun, ayamnya lapar."
3. Memberi Nama Emosi
Saat dalam keadaan gelap, anak memegang tangan orang tua. Kita beri nama emosi tersebut, dan bertanya pada anak apakah ia ketakutan atau tidak. Ketika anak mengalami hal serupa ia akan cerita dengan orang tua.4. Menentukan Batas dan Membantu Anak Menyelesaikan Masalah
Membantu anak memecahkan emosi. Kadang emosi bukan hanya perasan saja bisa mengarah ke perilaku. Orang tua bisa mengajarkan batasan emosi tersebut.Kalau kami selalu mengingatkan Aqlan, boleh marah tapi jangan marah-marah. Soalnya kalau marah sering lempar barang atau mainannya.
Kita bisa ingatkan, boleh saja marah, tapi tidak boleh memukul orang lain. Tidka boleh melempar barang jika keinginannya tidak terpenuhi.
Saat anak marah, ajarkan anak untuk coba menarik nafas perlahan.
Anak yang berasal dari pelatih emosi anak mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, fokus dengan belajar sehingga menghasilkan prestasi yang baik. Lebih baik dalam bergaul dengan orang lain karena berempati hubungannya relasi dengan orang lain.
Daei 4 tipe yang ideal adalah tipe pelatih emosi. Orang tua memvalidasi perasaan anak dan membantu cara menyelesaikan masalah. Sehingga anak terbiasa dengan konflik dan penyelesaiannya.
Kamu orang tua tipe apa dalam menanggapi emosi anak? Yuk, sharing di kolom komentar!
Referensi:
Kita bisa ingatkan, boleh saja marah, tapi tidak boleh memukul orang lain. Tidka boleh melempar barang jika keinginannya tidak terpenuhi.
Saat anak marah, ajarkan anak untuk coba menarik nafas perlahan.
5. Cara Memecahkan Masalah
Ketika orang tua menerapkan pelatih emosi pada anak, anak akan belajar kalau emosi yang ia rasakan adalah sesuatu yang manusiawi. Anak tahu apa yang harus mereka lakukan.
Anak juga tahu cara menyelesaikan masalah. Harapannya saat remaja dan dewasa mereka sudah terbiasa dengan memecahkan masalah secara mandiri.
Anak yang berasal dari pelatih emosi anak mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, fokus dengan belajar sehingga menghasilkan prestasi yang baik. Lebih baik dalam bergaul dengan orang lain karena berempati hubungannya relasi dengan orang lain.
Kesimpulan
Menjadi orang tua memang tidak sempurna. Jujur, aku saja sering kewalahan dalam mengelola emosi. Kadang orang tua juga perlu belajar dalam mengatur emosinya sehingga ia bisa menjadi orang tua pelatih emosi dalam menghadapi anak.
Daei 4 tipe yang ideal adalah tipe pelatih emosi. Orang tua memvalidasi perasaan anak dan membantu cara menyelesaikan masalah. Sehingga anak terbiasa dengan konflik dan penyelesaiannya.
Kamu orang tua tipe apa dalam menanggapi emosi anak? Yuk, sharing di kolom komentar!
Referensi:
Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak- Review Buku (John Gottman & Joan DeClaire) - https://youtu.be/k2wzhkwJxXE?si=84u6h9NbjjF-GiMA
Saat anak mengeluarkan emosinya, saya perhatikan orang tua tidak tanggap. Malah marah kepada anak dengan penuh emosi. akhirnya anak jadi bingung dan tidak belajar melatih emosinya. Dan ini biasanya karena pola asuh turun temurun.
BalasHapusJadi Menarik sekali ya, soal orang tua pelatih emosi. Dan orang tua juga pasti akan harus banyak belajar melatih emosinya, biar bisa mengajarkan kepada anak.
Anak-anak memang perlu dikenalkan dengan berbagai macam emosi yang dirasakannya. Apa itu sedih, senang, bahagia, marah dan sebagainya. Dan orang tua bisa mengarahkan bagaimana seharusnya anak menghadapi emosinya. Agar tumbuh besar bersama emosi² yang sudah dia pahami.
BalasHapusDaku berusaha jadi orangtua pelatih emosi dengan mengajarkan validasi ke Saladin. Jadi dia paham apa saja emosi dan bagaimana cara mengatasinya. Mengelola emosi bukannya dipendam sendiri sampai meledak tak karuan.
BalasHapusWah, ternyata saya termasuk orangtua yang kurang memvalidasi perasaan anak. Kadang ya gitu itu, anak lagi sedih, malah terlihat lucu itu tadi. Padahal dia butuh empati ya, ibunya malah geli lihat ekspresinya. Duh...
BalasHapusBervitamin ini kak artikelnya, karena daku jadi belajar, yang salah satunya ketika anak-anak lagi emosi jangan dijauhin ya, tapi dekati dan berempati.
BalasHapusBoleh dah ini dipraktekkan ke keponakan.
Dengan memvalidasi perasaan anak dan membimbing mereka menyelesaikan masalah, orang tua tidak hanya membantu anak mengatasi konflik saat ini, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan penting untuk menghadapi tantangan di masa mendatang.
BalasHapusSaya agak telat ngajarin anak manajemen emosi, ngeri juga kalau nanti mereka kayak papae yang meledak-ledak.
BalasHapusJadi makin paham nih kita harus mengerti bahasa anak saat menangis. Kita butuh empati dan emosi mereka agar saat mereka gede nanti bs menyalurkan emosinya dgn baik.
BalasHapusPengen banget jadi orang tua tipe pelatih emosi bagi anak. Tapi yang ada saya justru sering kebawa emosi, gak bisa sabar kalau udah menghadapi kenakalan anak...
BalasHapusPadahal kalau bak cerdas ya saya juga mau banget. Hehehe
Salah satu hal yang saaya butuhkan sedari kecil, validasi dan pelatihan emosi dari orang tua. Seandainya dari kecil sudah bisa memahami emosi, mungkin ketika dewasa hidup saya bisa lebih mudah karena tidak perlu lagi berjibaku dengan masalah emosi.
BalasHapusByuh butuh kesabaran dan ketelatenan ekstra nih untuk jadi orang tua pelatih emosi, tapi demi masa depan kiddos ya mau ga mau belajar sabar dan telaten menghadapi kiddos
BalasHapusBelajar banget untuk bisa training membangun kecerdasan emosional anak ini.
BalasHapusKarena itu, dulu langkah yang kulakukan adalah membereskan apa yang terjadi dalam diriku terlebih dahulu. Seperti inner child, kelola emosi dan menyembuhkan luka masa lalu dengan memaafkan apa yang orangtua lakukan padaku.
Terlihat simple yaa..
Tapi ini perjalanan gak mudah.
Semoga happy mom raise happy kids.
Bener banget, Mbak. Kita sering berfokus hanya pangan kecerdasan intelektual dan mengabaikan kecerdasan emosional. Dan sedih banget, hasil pengabaian itu mulai banyak terlihat di sekitar kita.
BalasHapus