Sebelum memiliki anak, pasangan suami istri membentuk keluarga dengan proses pernikahan. Untuk menjadi orang tua yang baik bukan dimulai sejak lahirnya bayi, tapi dimulai saat pasangan akan melangsungkan pernikahan.
Menikah bukan hanya menyiapkan tentang biaya sewa gedung, catering, baju pengantin dan hal-hal yang sifatnya sementara, namun menyiapkan mental dan ilmu untuk membentuk keluarga sesuai doa dan harapan banyak orang yaitu, sakinah, mawadah, warahmah.
Pernikahan adalah tentang bagaimana kita mempersiapkan diri untuk membentuk keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Mendidik anak bukan tugas ibu saja, namun ada peran ayah di dalamnya. Se-begitu detailnya Islam mengatur sistem keluarga.
Fenomena pernikahan sekarang memang banyak yang menjadikan pernikahan itu pilihan, bukan tujuan. Tak heran angka di BPS menunjukkan pernikahan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sedangkan perceraian mengalami peningkatan. Pada tahun 2022, tercatat 516.334 kasus perceraian meningkat sebanyak 10,2 % dibandingkan tahun 2021. Hal ini meningkat selama lima tahun terakhir.
Pernikahan adalah tentang bagaimana kita mempersiapkan diri untuk membentuk keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Mendidik anak bukan tugas ibu saja, namun ada peran ayah di dalamnya. Se-begitu detailnya Islam mengatur sistem keluarga.
Fenomena pernikahan sekarang memang banyak yang menjadikan pernikahan itu pilihan, bukan tujuan. Tak heran angka di BPS menunjukkan pernikahan dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Sedangkan perceraian mengalami peningkatan. Pada tahun 2022, tercatat 516.334 kasus perceraian meningkat sebanyak 10,2 % dibandingkan tahun 2021. Hal ini meningkat selama lima tahun terakhir.
Pernikahan terjadi pada akhirnya seringkali hanya berjalan sesuai alur saja. Menikah, hamil, lalu melahirkan. Kita sering ditanya kapan menikah, tapi tidak pernah ditanya siapkah menjadi orang tua? Apa yang sudah disiapkan untuk menjadi orang tua?
Pendidikan sekolah 12 tahun di Indonesia juga tidak ada yang membahas bagaimana caranya menjadi orang tua. Mungkin di sekolah hanya belajar tentang proses biologi, tapi tidak dengan bagaimana menjadi orang tua seharusnya.
Tidak heran banyak orang tua yang kebingungan setelah anak lahir. Bingung bagaimana cara memandikannya, menggendong dan memakaikan popok. Apalagi jika di rumah hanya berdua dengan anak, sedangkan suami pergi bekerja.
Kenapa tidak ada sekolah untuk orang tua? Sekolah yang menyiapkan orang tua yang baik. Generasi hebat berasal dari keluarga yang baik dan kuat.
Alhamdulillah melalui Samsul Husen, pendiri Sekolah Calon Ayah dan Bunda di Sleman, Yogyakarta yang mendirikan Sekolah Calon Ayah dan Ibu untuk menyiapkan keluarga yang hebat berlandaskan nilai-nilai agama. Bukan hanya di Yogyakarta, ternyata sekolahnya mencapai seluruh penjuru Indonesia melalui kegiatan online.
Pendidikan sekolah 12 tahun di Indonesia juga tidak ada yang membahas bagaimana caranya menjadi orang tua. Mungkin di sekolah hanya belajar tentang proses biologi, tapi tidak dengan bagaimana menjadi orang tua seharusnya.
Tidak heran banyak orang tua yang kebingungan setelah anak lahir. Bingung bagaimana cara memandikannya, menggendong dan memakaikan popok. Apalagi jika di rumah hanya berdua dengan anak, sedangkan suami pergi bekerja.
Kenapa tidak ada sekolah untuk orang tua? Sekolah yang menyiapkan orang tua yang baik. Generasi hebat berasal dari keluarga yang baik dan kuat.
Alhamdulillah melalui Samsul Husen, pendiri Sekolah Calon Ayah dan Bunda di Sleman, Yogyakarta yang mendirikan Sekolah Calon Ayah dan Ibu untuk menyiapkan keluarga yang hebat berlandaskan nilai-nilai agama. Bukan hanya di Yogyakarta, ternyata sekolahnya mencapai seluruh penjuru Indonesia melalui kegiatan online.
Ayah dan ibu sudah tidak perlu bingung dan khawatir lagi bagaimana membentuk keluarga dan mendidik anak. Bagaimana kisah dibalik inspiratif hingga sukses mencetak alumni ayah dan ibu yang hebat? Simak kisahnya Samsul Husen hingga akhir ya.
Perjalanan Samsul Husen Mendirikan Sekolah Calon Ayah dan Ibu
"Menjadi orang tua itu tanggungjawab seumur hidup." -Samsul HusenBerawal dari keresahan Samsul Husen, bahwa menjadi orang tua itu seumur hidup, maka diperlukan bekal yang cukup untuk membina rumah tangga. Tidak adanya pelajaran parenting dari orang tua, sehingga sebagai orang tua baru seringkali kebingungan bagaimana caranya merawat dan mendidiknya.
Sekalipun ada materi tentang pernikahan, itu adanya terpisah-pisah, tidak selengkap pada program Sekolah Calon Ayah (CSA) dan Sekolah Calon Ibu (CSI) yang sudah satu paket dalam membina rumah tangga.
Hmmm memang ya kita mendapatkan ilmu sebelum menikah itu dari KUA saat mendaftarkan pernikahan. Tapi, itu pun hanya berlangsung satu hari saja. Ilmu yang diberikan singkat tersebut masih terasa belum cukup untuk mencakup aspek keluarga. Dalam membentuk keluarga, bukan hanya menyiapkan pesta pernikahan, lalu selesai. Tapi, bagaimana kita merawat janin, membesarkan anak, pendidikannya hingga masalah keuangan keluarga yang sering dianggap terlalu sensitif untuk dibahas.
Alhamdulillah semenjak didirikannya CSI pertama kali tahun 2014 peserta sangat antusias. Diawali dengan CSI lalu berikutnya CSA yang dilakukan oleh para calon ayah. Dengan angkatan pertama sebanyak 90 orang dan angkatan kedua sebanyak 120 orang.
Kini alumninya sudah lebih dari 1.000 anggota. Masya Allah, dengan banyaknya jumlah peserta ini membuktikan bahwa Samsul Husen berhasil mengupayakan keluarga yang harmonis dan bahagia, karena begitu banyak peserta yang antusias mengikuti program dari Samsul Husen.
Bagi para peserta, sekolah calon ayah dan ibu merupakan suatu kebutuhan, makanya mereka sangat antusias mengikuti program yang didirikan oleh Samsul Husen. Bahkan para alumni kerap datang kembali untuk mengikuti program dan menceritakan masalah rumah tangga yang mereka hadapi. Ini bagus, bahwa masalah dalam pernikahan memang selalu ada dan keduanya mengupayakan untuk mencari solusi bersama.
Gerakan yang tadinya hanya melalui offline kini menyebar melalui online yang bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya yang berada di Sleman saja.
Hmmm memang ya kita mendapatkan ilmu sebelum menikah itu dari KUA saat mendaftarkan pernikahan. Tapi, itu pun hanya berlangsung satu hari saja. Ilmu yang diberikan singkat tersebut masih terasa belum cukup untuk mencakup aspek keluarga. Dalam membentuk keluarga, bukan hanya menyiapkan pesta pernikahan, lalu selesai. Tapi, bagaimana kita merawat janin, membesarkan anak, pendidikannya hingga masalah keuangan keluarga yang sering dianggap terlalu sensitif untuk dibahas.
Alhamdulillah semenjak didirikannya CSI pertama kali tahun 2014 peserta sangat antusias. Diawali dengan CSI lalu berikutnya CSA yang dilakukan oleh para calon ayah. Dengan angkatan pertama sebanyak 90 orang dan angkatan kedua sebanyak 120 orang.
Kini alumninya sudah lebih dari 1.000 anggota. Masya Allah, dengan banyaknya jumlah peserta ini membuktikan bahwa Samsul Husen berhasil mengupayakan keluarga yang harmonis dan bahagia, karena begitu banyak peserta yang antusias mengikuti program dari Samsul Husen.
Bagi para peserta, sekolah calon ayah dan ibu merupakan suatu kebutuhan, makanya mereka sangat antusias mengikuti program yang didirikan oleh Samsul Husen. Bahkan para alumni kerap datang kembali untuk mengikuti program dan menceritakan masalah rumah tangga yang mereka hadapi. Ini bagus, bahwa masalah dalam pernikahan memang selalu ada dan keduanya mengupayakan untuk mencari solusi bersama.
Gerakan yang tadinya hanya melalui offline kini menyebar melalui online yang bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya yang berada di Sleman saja.
Program-program Sekolah Ayah dan Ibu di Yogyakarta untuk Keluarga Bahagia
Samsul Husen memiliki banyak program menarik bagi peserta yang ingin serius membentuk keluarga bahagia berlandaskan ajaran Islam. Hal-hal yang mungkin kita canggung untuk dibahas bersama pasangan, maka di sinilah tempatnya untuk membahas hal-hal yang dianggap tabu tersebut.Menghadirkan berbagai narasumber yang ahli di bidangnya, membuat program yang dihadirkan Samsul Husen semakin matang. Program tersebut terdiri sebagai berikut.
1. Seksologi
Calon ayah dan ibu diberi pembahasan tentang seksologi yang merupakan pengalaman pertama kali. Ini penting sekali, mengingat "persoalan ranjang" sering menjadi masalah dalam rumah tangga. Kebanyakan pasangan yang akan menikah juga tidak pernah membahas hal seperti ini karena dianggap tabu dan malu untuk mengungkap satu sama lain.Di sini justru dibahas sesuai syariat Islam. Mana hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Seksologi juga perlu dipelajari untuk mempererat hubungan rumah tangga dan mengurangi konflik rumah tangga.
2. Parenting
Selain itu, dibahas juga masalah-masalah yang berkaitan dengan parenting. Cara memandikan anak, memasak makanan untuk anak, mempelajari gizi dan nutrisi yang diperlukan oleh anak serta pendidikannya.Seperti yang kita tahu bahwa gizi anak sangat berperan penting terhadap tumbuh kembangnya terutama pada 1000 kehidupan pertamanya.
3. Keuangan Keluarga
Mengelola keuangan Keluarga juga tak kalah menarik. Mengingat masalah keuangan ini sangat sensitif. Sebaiknya pasangan bersikap terbuka satu sama lain.Mengelola nafkah untuk istri, orang tua, pendidikan anak, menabung, investasi dan jika ada hutang perlu dibicarakan. Penting untuk merencanakan keuangan keluarga karena merupakan pondasi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sistem sekolah CSI dan CSA ini berlangsung hingga dua bulan setiap akhir pekan. Jadi totalnya 8 kali pertemuan.
Di akhir biasanya di tutup pergi ke alam dengan cara berkemah. Menginap dua hari satu malam. Pada malamnya ada sesi untuk mengenal diri sendiri, berdamai dengan diri, dan menceritakan keluh kesah pada Allah SWT. Sesi ini dimulai setelah magrib hingga menjelang subuh.
Berdamai dengan diri sendiri dan menyelesaikan persoalan diri baik untuk membentuk keluarga agar bisa memberikan tangki cinta pada pasangan dan anak secara utuh. Sehingga kita bisa fokus pada masalah yang terjadi, tidak terjebak pada kejadian di masa lalu.
Tantangan yang Dihadapi Samsul Husen dalam Mendirikan Sekolah Calon Ayah dan Ibu
Perjalanannya tentu saja tidak mudah. Tantangannya sendiri ada pada para peserta. Lebih banyak yang mengikuti sekolah ini adalah para ibu dibanding ayah. Tingkat kesadaran ayah mengikuti CSA ini belum sebanyak calon ibu.Padahal Indonesia menduduki peringkat ke-3 Fatherless, yaitu tidak adanya peran ayah dalam keluarga. Terjadi karena perceraian atau kematian. Namun, keluarga yang utuh bukan berarti juga tidak mengalami fatherless. Ayah ada sebagai status saja, jiwanya tidak hadir pada anak dan tidak pernah menemani anak. Sehingga anak merasa sedih, kecewa, marah dan merasa tidak memiliki figur ayah.
Data BPS pada tahun 2021 menunjukkan hanya 37,17% anak-anak usia 0-5 tahun yang diasuh oleh orang tua secara bersamaan. Sedangkan menurut data UNICEF, terdapat 2.999.577 anak di Indonesia kehilangan sosok ayah karena perceraian, kematian atau ayah yang berkerja jauh dari jumlah 30,83 juta anak di Indonesia. Berarti sebanyak 20,9% yang tidak merasakan sosok ayah.
"Wahai para ayah...sadarlah!"
Isu fatherless ini bukan isu yang sepele. Dampaknya sangat besar bagi masa depan anak. Anak tidak memiliki rasa percaya diri, kurangnya pengendalian diri dan tidak memiliki figur ayah dalam hidupnya, sehingga sulit untuk menentukan benar atau salah.
Peran ayah harus diakui dan didukung dalam pilar keluarga. Memperkuat perannya akan menciptakan generasi yang hebat dan kuat bagi anak dan masa depan keluarga. Yuk, ayah ikut program ini karena peran ayah sangat penting dan dibutuhkan dalam keluarga, bukan hanya sebagai pencari nafkah saja.
Lembaga pemerintahan juga belum ada kolaborasi dengan Samsul Husen, padahal jika keduanya berkolaborasi akan semakin banyak peserta yang mengikuti CSI dan CSA ini. Sayangnya, CSI yang didirikan Samsul Husen belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Meski pernah ada sounding dari pemerintah terkait, namun belum ada tindak lanjut hingga kini. Akhirnya CSI dan CSA hanya berjalan sendiri karena cakupannya yang luas.
Pengaruh Positif Sekolah Calon Ayah Ibu Bagi Generasi Selanjutnya
Ilmu yang dibagikan dalam Sekolah Calon Ayah sangat bermanfaat bagi para peserta. Tak heran mereka kembali lagi jika ada permasalahan dalam rumah tangga. Sekolah ini juga berlaku seumur hidup. Jika ingin belajar atau permasalahan, ya silahkan datang lagi.
Perjuangan Samsul Husen dan kepeduliannya terhadap masa depan keluarga Indonesia yang harmonis ini berhasil mendapatkan apresiasi SATU Indonesia Awards Tingkat Provinsi tahun 2022.
Kisah Samsul Husen mengajarkan kita untuk terus belajar dalam lingkup keluarga. Kita terlalu fokus pada hal-hal besar, padahal semua berawal dari keluarga. Keluarga yang baik akan mencetak generasi hebat berikutnya.
Sosok Samsul Husen sudah menginspirasi banyak masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Sleman. Dari alumninya, merasa terbantu dengan adanya sekolah bagi para calon ayah dan ibu yang tidak ditemukan dalam bangku perkuliahan.
Kisah dari Samsul Husen ini merupakan langkah pencegahan nyata untuk mengurangi masalah rumah tangga seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, stunting dan masalah sosial lainnya.
Kontribusi berkelanjutan ini semoga semakin banyak dirasakan kebermanfaatannya. Yuk, para calon ayah dan ibu kita sama-sama belajar membentuk keluarga yang harmonis dan bahagia.
Referensi:
- Badan Pusat Statistik
- Mengenal Sekolah Calon Ayah dan Sekolah Calon Ibu di Sleman - https://www.radioidola.com/2023/mengenal-sekolah-calon-ayah-dan-sekolah-calon-ibu-di-sleman/
Kebanyakan dari kita para orang tua belajar secara otodidak untuk menjadi orang tua. Padahal sebenar penting juga untuk mengikuti seminar, kursus atau sejenisnya tentang parenting. Biar nantinya nggak bingung dan minimal ada bekal cukup untuk mengedukasi putra-putri tercinta. Very nice 👍 sharing
BalasHapusYuni Bint Saniro: Memang tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua yang baik. Kebanyakan orang menikah ya biar tidak dianggap telat menikah. Tidak mempertimbangkan perjalanan selanjutnya setelah pernikahan.
BalasHapusAgak ngeri sama berita yang ada sekarang. Anak dibunuh oleh ayahnya sendiri karena menangis terus sementara ibunya pergi kondangan.
Padahal kondangan kan nggak nyampe seharian
Nah iyaaa. Seharusnya calon ayah juga sadar bahwa parenting adalah pekerjaan berdua. Jadi makin banyak yg ikut sekolah calon ayah, dan calon ibu juga diajak ikutan di sekolah calon ibu. Biar sama2 belajar membentuk keluarga yg harmonis.
BalasHapusKisah Pak Samsul Husen sangat menginspirasi! Inisiatif beliau mendirikan Sekolah Calon Ayah dan Ibu adalah langkah nyata untuk mempersiapkan generasi orang tua yang berkualitas. Semoga semakin banyak orang yang tergerak untuk mengikuti jejak beliau.
BalasHapusBener juga sih ya, dengan adanya sekolah calon ayah/ibu, jadinya ketika akan berumahtangga jadi makin mantap lagi.
BalasHapusSosok inspiratif beliau ini, yang semoga programnya terus berkelanjutan
Patut diapresiasi usaha Pak Samsul Husen dalam mendirikan sekolah untuk "calon orang tua", mengingat edukasi berumah tangga penting sekali agar membentuk keluarga sejahtera dan harmonis
BalasHapusBenar jg ya kak. Bekal menjadi calon ayah dan ibu tuh ga ada pendidikan formalnya. Semua ya hrs cari sendiri/berbekal meniru pengalaman org lain. Masalahnya ga semua org tuh bs mengakses informasi ttg parenting, keuangan hingga seksologi secara benar. Mknya bnyk muncul KDRT, perceraian krn kurangnya nafkah secara ekonomi, hingga hamil di luar nikah yg selalu menjadi masalah yang muncul di berita2 televisi dan media lain. Keren nih pak Samsul Husen.
BalasHapusSekolah calon ayah ibu ini unik dan inspiratif karena memang sangat jarang atau bahkan mungkin tidak ada kegiatan serupa, di sisi lain kemanfaatannya pasti sungguh luar biasa karena memang menjadi orang tua itu sungguh dinamika yang luar biasa sehingga memang sepatutnya ada pembekalan sebelum masuk ke jenjang berkeluarga
BalasHapusMenjadi kebaikan ketika ada sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi orangtua. Bukannya itu akan alami, tapi tetap kudu ada panduan baku yang bisa menuntun para pasangan muda untuk bertanggungjawab dengan generasi berikutnya yang kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin negara ini.
BalasHapusNah itu. Mestinya calon ayah lebih peduli dan ikut kelas seperti ini. Soalnya, makin ke sini makin banyak aja laki-laki yang pemalas, nggak mau kerja, nggak bertanggung jawab, kasar, toxic, patriarki parah. Belum lagi kalau salah ikut komunitas (termasuk komunitas agama).
BalasHapus