"Rusak jiwa anak itu bukan perceraian, yang merusak jiwa anak adalah ketika melihat bapak ibunya saling menjatuhkan satu sama lain dan anaknya tahu, dengar dan lihat. Itu yang bikin anak hancur. Belum bercerai saja sudah banyak kaya gitu." -MarshandaSaat sedang scroll media sosial tiktok, tiba-tiba muncul statement Marshanda seperti itu dalam sebuah potongan video. Penasaran, aku langsung menonton video lengkapnya yang dipandu oleh bang Denny Sumargo di channel Youtube-nya. Di sana juga ada Steven William lawan mainnya dalam series Jangan Salahkan Aku Selingkuh.
Marshanda merupakan artis idola masyarakat Indonesia karena kepintarannya beradu akting. Siapa pun lawan mainnya, akan terlihat chemistry-nya karena aktingnya yang keren sudah tidak diragukan lagi.
Terlepas dari pro dan kontra series tersebut yang banyak menampilkan adegan dewasa, banyak netizen yang menonton series tersebut karena kangen dengan aktingnya Marshanda. Aku juga turut menonton karena memang sebagus itu aktingnya.
Kadang aku membayangkan, seru ya punya bestie seperti Marshanda yang selalu antusias diajak ngobrol, melihat dan mendengarkan teman bicara. Sangat pintar dan bicaranya yang selalu mengedukasi. Salut sama dia yang berhasil menemukan dirinya sendiri setelah banyak kisah dalam hidupnya.
Menanggapi hal tersebut, aku setuju dengan pendapatnya. Kenyataan di sekitarku memang orang tua yang bertahan demi anak juga tidak baik-baik saja dan justru malah membuat anak menjadi trauma.
Menanggapi hal tersebut, aku setuju dengan pendapatnya. Kenyataan di sekitarku memang orang tua yang bertahan demi anak juga tidak baik-baik saja dan justru malah membuat anak menjadi trauma.
Banyak orang yang sudah tahu kalau hidup dengan orang yang salah, kalau dilanjutkan bakal sakit. Sudah tahu jika bertahan akan terus merasa sakit, dan melepas mungkin bisa bahagia. Tapi, banyak orang yang memilih tetap bertahan.
Menurut Psikolog, Nago Tejana yang juga seorang penulis buku Aku yang Sudah Lama Hilang, meskipun sakit, tapi sakit ini sudah familiar. Dia akan tahu kalau dipukuli suami, akan merasakan sakit. Berbeda ketika cerai, dia belum mengalami sakitnya itu seperti apa.
Mulai dari kesepian, judgment sosial, ekonomi karena tidak pernah bisa membayangkan bagaimana susahnya mengurus anak sendirian. Hingga akhirnya sulit keluar dari hubungan yang toxic.
Aku sering mendengar statement kalau anak tidak butuh ibu yang sempurna, anak hanya butuh ibu yang bahagia. Apa benar seperti itu?
Banyaknya Pernikahan yang Kandas
Akhir-akhir ini banyak berita perceraian yang dialami para artis. Padahal yang kita lihat di media sosial selama ini baik-baik saja ternyata bisa bercerai juga. Belum lagi kasus KDRT yang meramaikan berita di media oleh influencer atau selebgram.Saking ramainya berita perceraian ini membuat aku overthinking sendiri. Menjadi khawatir dengan masa depan pernikahan. Padahal sedang baik-baik saja.
Netizen pun ramai berkomentar dengan melihat nasib anak-anak yang menjadi korban perceraian. Anak-anak sering dibilang "korban" perceraian. Padahal untuk kasus tertentu mungkin bukan korban, kalau akhirnya perceraian justru yang menyelamatkan anak tersebut dari kekejaman seorang ayah.
"Kasihan anaknya nanti gimana perasaannya kalau lihat jejak digital ayahnya melakukan KDRT"
Sekalipun mungkin perceraian tidak menimbulkan trauma yang mendalam, tapi setidaknya perceraian orang tua akan selalu terasa bagi anak. Anak yang masih kecil mungkin terlihat iri atau kecewa jika tidak di dampingi orang tua yang utuh.
Kalau pun harus memilih bercerai, tetap sepakati parenting bersama demi mendidik dan membersamai anak. Beberapa artis juga melakukan hal yang sama, meski sudah bercerai, mereka tetap melakukan komunikasi demi mendidik anak.
Sama halnya yang dilakukan oleh Marshanda dan mantan suaminya Ben Kasyafani, bahkan hubungannya juga terjalin baik dengan istri Ben yang sekarang. Tentu saja itu tidak tiba-tiba terjadi begitu saja. Perlu kesadaran semua belah pihak untuk menerima kondisi satu sama lain dan mau mengupayakan yang terbaik untuk anak.
Sikap Orang Tua pada Anak Ketika Bercerai
Banyak artis mengatakan bahwa yang membuat mereka berpisah kebanyakan adalah karena “ketidakcocokan." Entah benar atau hanya formalitas di depan media saja, hanya mereka yang tahu. Kalau tidak ada kecocokan, kenapa harus menikah?Sebenarnya aku sudah “tidak aneh” lagi dengan kasus perceraian, karena saat magang di Pengadilan Agama, aku begitu banyak melihat kasus perceraian. Seiring berjalannya waktu memang manusia mengalami perubahan. Perubahan itu lah yang mungkin bisa menjadi pemicu keretakan rumah tangga.
Ada yang merasa tidak cocok, tidak mau digauli, ekonomi, kekerasan dan lainnya yang membuat aku tarik nafas sesak. Padahal pernikahan itu sendiri disebut sebagai Mitsaqon Ghaliza, ikatan yang kuat. Jika kita bisa memelihara dan menjaganya dengan baik, mungkin tidak ada yang namanya anak broken home.
Menjadikan Islam sebagai pondasi dasar dalam rumah tangga, bisa memahami tujuannya sebagai bentuk ibadah hanya kepada Allah. Perceraian memang yang dibenci Allah, namun jika itu harus terjadi, jangan lupa pikirkan bagaimana kondisi anak karena mendidik anak merupakan tanggung jawab orang tua meski sudah bercerai.
1. Jangan Bertengkar di Depan Anak
Sejak awal, orang tua seharusnya menyadari kalau bertengkar di depan anak akan membuat anak merasa sedih dan kecewa. Anak akan menyalahkan dirinya bawah penyebab orang tuanya bertengkar adalah karena dirinya.
2. Beri Pengertian Meski Bercerai Orang Tua Akan Tetap Menyayangi Anak
Jangan pernah sembunyikan keadaan hubungan orang tua pada anak. Jika memang harus berpisah katakan yang sebenarnya orang tua tidak mungkin bersama lagi, tapi kasih sayang dan cinta orang tua pada anak tidak akan pernah hilang.
Jelaskan konsekuensi perceraian pada anak dan cari solusi bersama pasangan. Hal ini akan membuat anak tetap merasakan kasih sayang dari orang tuanya.
3. Jangan Menjelekkan Pasangan
Banyak terjadi di sekitarku, pasangan yang sudah bercerai sering menjelekkan satu sama lain. Masih merasa kesal, menyesal dan marah meski di depan anak.
Tidak perlu memprovokasi untuk menjelekkan pasangan di depan anak, justru akan membuat anak membencinya. Tetap hadirkan sosok ayah dan ibu pada anak, karena sebelumnya kita juga mengenal pasangan dengan baik. Pasti ada hal-hal baik yang bisa kita ceritakan pada anak.
4. Sepakat Bekerja Sama Mendidik Anak
Koordinasi dengan pasangan dalam hal mendidik anak. Awalnya mungkin sulit karena masih ada ego masing-masing, tapi coba lihat demi mendidik anak, rencanakan bagaimana mendidik anak ke depannya.
Ini yang awalnya jadi struggle bagi Marshanda yang saat itu sulit bertemu anaknya. Kini, mereka sepakat kalau weekend, anaknya menginap di rumah Marshanda. Setelah anaknya beranjak remaja, anak diberikan kebebasan sedang ingin bersama siapa. Wah salut ya sama komunikasinya yang tadinya tidak baik sekarang berjalan dengan baik demi buah hati.
5. Bantu Anak Menemukan Hobi dan Lingkungan yang Mendukungnya
Orang tua perlu memastikan anak berada dalam lingkungan yang positif dan hobi yang ia sukai. Sehingga anak tidak merasa kesepian dan insecure karena banyak orang di sekelilingnya yang mendukungnya.
Kesimpulan
Menjadi orang tua yang utuh saja kita harus tetap fokus pada anak. Meskipun dalam keadaan bertengkar dengan pasangan, kita harus tetap tenang dalam mengasuh anak. Bukan melampiaskan kemarahan pada anak.
Hal yang sama dilakukan bagi orang tua yang harus berpisah. Bagaimana pun hubungan kita dengan pasangan, anak merupakan tanggungjawab bersama yang harus dipikirkan masa depannya bersama.
Bukan sekedar memberikan nafkah, tapi harus hadir dalam mengisi jiwanya. Jika ada tanda yang berubah pada anak seperti sering marah atau emosinya yang tidak stabil, segera konsultasikan pada profesional.
Perceraian memang bukan hal yang menyenangkan sekali pun orang tua memiliki komunikasi yang bagus pasca bercerai. Namun, selalu ingat ada anak yang harus di prioritaskan dan dicarikan solusi untuk menghadapi dan menerima perceraian.
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.
Referensi:
Cara Bantu Anak Hadapi Perceraian Orang Tua - https://www.klikdokter.com/ibu-anak/kesehatan-anak/cara-bantu-anak-hadapi-perceraian-orang-tua
Wah udah lama juga nggak liat Marshanda beraksi di depan kamera. Dulu doang waktu sinetron anak sekolah atau apa itu ya, saya lupa, wkwkwk...
BalasHapusAda salah satu teman saya yang juga bercerai, padahal anaknya masih kecil sekali, masih usia toddler. Perceraian memang dibenci Tuhan, tapi mau bagaimana lagi kalo hubungan sudah nggak cocok, dan perceraian adalah solusinya. Mungkin itu yang terbaik untuk mereka.
Emang salut banget sama Marshanda dan Giselle. Keduanya berpisah sama pasangan. Tapi, soal tumbuh dan kembangnya anak tetap menjadi prioritas bagi keduanya. Anak mereka pun tetap tumbuh sebagai anak yang ceria.
BalasHapusAnak-anak "jadi korban" urusan orangtuanya, apalagi khususnya urusan perpisahan, pastinya gak akan sama lagi suasananya ketika ada perpisahan. Belajar dari public figure, bisa diambil sisi positif nya ya untuk dijadikan pelajaran
BalasHapusSaya juga mengikuti selalu tayangan Jangan Salahkan Aku Selingkuh yg dibintangi Marshanda. Saya malah udah nulis soal perselingkuhan berdasarkan kisah tayangan ini juga novel online nya
BalasHapusAh semoga yg terbaik ya karena kita kan tidak mengalami langsung
Perceraian emg hahal tapi paling dibenci Tuhan. Thats why kita sbg pasangan udh berjanji utk saling menjaga bahtera pernikahan. Sekecil apapun masalah ya usahakan utk mencsri jalan keluar bersama. Selalu utamakan keluarga saat ingin melangkah ke jenjang perceraian. Anak biasanya selalu menjadi bahan pertimbangan. Smg keluarga kita selalu diberikan keberkahan dan kebahagiaan sampai ajal menjemput ya kak.
BalasHapusTeman dekat saya adalah produk perceraian. Yang membekas di memorinya itu bukan ortu yang berpisah. Tetapi masa-masa sebelum ortu cerai dimana om dan tantenya selalu meracuninya dengan menjelek-jelekkan ibunya.
BalasHapusBtw saya belum nonton series ini, wahhh.. kudet nih..
saya mengaris bawahi bagian ini, Mbak : banyak pasangan berpisah karena merasa tidak cocok lagi. Nah, kalau tidak cocok, kenapa dulu menikah, ya?
BalasHapusNah, saya sempat lihat Radika Dika yang bilang, ternyata setelah menikah, hal-hal sepele saja bisa memicu perdebatan panjang. Misalnya masalah memberi nama saja di nama phone.
Jadi mungkin dari hal-hal sepele ini, selalu muncul perdebatan, sampai pertengkaran-pertengkaran, sehingga merasa tidak ada kecocokan lagi.
Gagal menjadi pasangan bukan berarti gagal menjadi orang tua bukan karena bagaimanapun juga tidak ada bekas anak. Jika terpaksa berpisah setidaknya jangan jadikan anak-anak pelampiasan kemarahan atau saling menghujat di depan anak, kasihan mereka yang tidak mengetahui permasalahan ortunya
BalasHapusBanyak sekali berita perceraian artis seliweran di media, kadang aku skip biar nggak ikutan mikir hahaha. Tapi kadang ada manfaatnya juga, kita jadi sedikit intropeksi diri...
BalasHapusDi kalangan artis, tingkat perceraian termasuk cukup tinggi yaaa.. Entah apa alasannya sehingga tampak mudah untuk bercerai. Kita yang ngelihat mungkin berpikiran gitu kalik ya, padahal yang mengalami entah sedang menanggung konflik apa.
BalasHapusYang jelas, jika sudah ada anak, maka pihak2 yang bercerai ini harus mencari solusi agar secara psikis anak tidak terkena imbasnya.
Aku termasuk yang kontra pada statement "anak sebagai korban perceraian" dan "perceraian adalah bukti keegoisan orangtua". Pada banyak kasus, perceraian justru menyelamatkan nyawa, kewarasan, dan masa depan anak.
BalasHapusPerceraian memang menyakitkan, tapi jangan lupakan dampaknya pada anak. Mereka butuh dukungan ekstra untuk melewati masa sulit ini. Mari ciptakan lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang bagi mereka.Perceraian bukan akhir dari segalanya. Ini adalah awal dari babak baru. Dengan komunikasi yang baik, orang tua bisa memastikan anak-anak tetap merasa dicintai dan dihargai.
BalasHapusPodcast yang sering aku tonton juga nih.. Densu sama Deddy.
BalasHapusKonten mreka menginspirasi. Meski mungkin yah, gak terlepas dari "Bikin konten karena sedang viral" ini mengundang viewers yang tinggi.
Dan kalau kasus perceraian, aku rasa ini keputusan yang berat banget siih..
Dan pasti uda dipikirkan dengan matang dari masing-masing pasangan bahwa ini jawaban terbaik agar memiliki kualitas hidup yang jauh dari toxic relationship.
Kadang orang kepo banget deh..
Suka menerka-nerka masalah rumahtangga orang lain.