cerita mbun

Pengalaman Bekerja di Kantor Notaris. Tugasnya Apa Saja?

5 komentar
Kantor Notaris Subang

Sehari-hari menjadi ibu rumah tangga, kalau lagi lelah rasanya ingin kembali bekerja ke ranah publik. Tiba-tiba rindu bekerja di kantor Notaris. Padahal saat kerja kalau lagi lelah pengennya resign, haha. Soalnya kangen saat gajian saja. Ahh, labil sekali emak-emak satu ini.

Sekian lama aku menulis di blog, belum pernah aku menceritakan pengalamanku bekerja di kantor Notaris. Meski sudah switch career menjadi Blogger, ternyata masih banyak yang menganggapku seorang  yang "masih bekerja" di kantor Notaris.

Hal ini dibuktikan banyaknya permintaan teman yang bertanya tentang situasi yang tengah ia hadapi. Tentu saja aku tidak bisa membantu banyak, karena ilmu hukum itu sangat berkembang. Apalagi di Notaris pasti sudah banyak perubahan yang aku tidak tahu, meski pada prinsipnya sama yaitu membuat akta autentik, akta yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, yang sudah ditentukan oleh undang-undang.

Mengenai semua perbuatan, perjanjian, penetapan yang telah diatur oleh Undang-undang No. 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Padahal sudah sering aku share artikel parenting, tapi tetap saja masih bertanya soal masalah yang menyangkut ruang lingkup kerja notaris. Kan aku jadi kangen, huhu.


Kenapa Memilih Bekerja di Kantor Notaris?

Sebetulnya bekerja di Notaris tidak sesuai dengan mata kuliah konsentrasiku yang belajar Hukum Keluarga, berkaitan dengan pernikahan, perceraian, warisan yang lingkupnya belajar hukum-hukum islam. Belajar juga hukum umum, tapi bukan konsentrasinya, yang nanti konsennya bekerja di Pengadilan Agama.

Jurusan Hukum itu luas sekali ilmu dan prospek kerjanya. Kebanyakan masyarakat mengira kalau lulusan hukum itu ya harus bisa menguasai semua permasalahan hukum. Padahal belum tentu, karena masing-masing memiliki keahliannya sendiri.

Bisa saja seseorang dengan keilmuannya mengatasi semua permasalahan hukum, namun bukan menjadi konsennya. Satu yang pasti adalah mahasiswa hukum punya buku panduan yang sama yaitu KUHPerdata, yang membahas masalah private, kaitannya dengan hak dan kewajiban individu dengan individu yang lain baik dalam hubungan keluarga maupun masyarakat. 

Sedangkan dalam KUHPidana membahas tindak pidana yang dilakukan seseorang yang sudah merugikan orang lain. Kaitannya dengan umum atau negara, bersifat umum. Masyarakat juga mengira kalau lulusan hukum hanya bekerja sebagai hakim, jaksa dan pengacara. 

Padahal sarjana hukum bisa bekerja di mana saja tidak terpaku dengan tiga profesi ini. Lulusan hukum menggunakan analisanya saat di bangku perkuliahan, sehingga bisa masuk dalam bidang apapun, termasuk menjadi ibu rumah tangga. Sudah terbiasa menganalisis kasus untuk diselesaikan permasalahannya.

Jadi, meskipun aku konsentrasi hukumnya Hukum Keluarga, aku masih bisa bekerja di notaris karena di bangku kuliah aku juga belajar mengenai hukum umum. Tidak jauh berbeda dengan yang aku pelajari. 
Kenapa bekerja di Notaris?
Aku juga tidak membatasi harus bekerja pada profesi tertentu, aku mengambil setiap peluang yang ada di depan mataku. Apalagi aku seorang fresh graduate 8 tahun lalu, pengalaman penting sekali untuk membangun portofolio. Jiwa juga masih muda dan sangat ambisius, jadi gas aja untuk mencoba berbagai kesempatan yang datang. 

Hukum keluarga yang aku pelajari juga sangat membantuku membangun rumah tangga dengan keilmuan yang aku pelajari. Bagaimana seharusnya menjadi istri yang solehah, rumah tangga yang diberkahi oleh Allah dan bagaimana kita bersikap jika kita mengalami permasalahan rumah tangga atau berkaitan dengan masyarakat. 

Tidak ada ilmu yang sia-sia. Doa-doa yang dipanjatkan saat wisuda benar adanya ketika ada yang mengucapkan, "Selamat wisuda, semoga ilmunya bermanfaat ya." Alhamdulillah bermanfaat di kehidupan pribadi.

Setidaknya aku bisa membantu permasalah warisan  yang dialami oleh keluarga suami. Tidak bisa membantu banyak setidaknya bisa berdiskusi langkah apa saja yang seharusnya di ambil. 

Aku juga lebih hati-hati saat menghadapi perbuatan yang mengandung hukum. Misalkan saat membeli kendaraan, rumah, urusan hutang piutang atau pun bekerja sama dengan orang lain.


Pengalaman Bekerja Di Kantor Notaris

Sebelum wisuda aku menyebar CV ke beberapa perusahaan yang sedang membuka lowongan pekerjaan. Setelah wisuda, banyak tawaran interview namun tak ada satu pun yang berhasil, haha. Doa mama terkabul, mama ingin anaknya bekerja di kampung saja, bukan di Ibu kota. 

Benar saja ternyata aku mendapatkan pekerjaan justru di kampung halaman mama sebagai staff intern di sebuah perusahaan manufacturing. Dinamika bekerja di perusahaan berasa sekali. Perusahaan yang berproduksi setiap hari ini tentunya berimpak juga pada pekerjaanku yang selalu sibuk setiap hari. 

Setiap hari berangkat kerja, pulang tidur. Besoknya begitu lagi, weekend seharian di rumah. Sungguh tidak menyenangkan, wkwk. Pekerjaan yang membuatku cepat lelah dan merasa tidak bisa mengembangkan diri. Sehingga aku tidak bisa menikmati pekerjaanku. 

Diam-diam aku melamar pekerjaan ke kantor notaris di saat aku sedang bekerja, haha nekad sekali ya. Aku merasa sudah tidak sejalan dengan apa yang aku kerjakan. Aku ingin fokus bekerja di bidang hukum, meskipun pekerjaanku di sana juga masih ada di lingkup hukum.

Saat pulang kerja, aku melakukan interview. Jadi aku tidak bolos atau izin saat sedang bekerja di kantor lama. Aku berpindah tempat kerja karena kebetulan kontrak kerjaku sudah habis. Jadi seolah-olah seperti tidak ada rencana untuk resign, hehe.

Hari Jum'at aku melakukan farewell, bentuk perpisahan aku bersama rekan-rekan kerja yang semangatnya luar biasa. Kadang suka heran, kalian terbuat dari apa kok bisa sekuat itu bekerja. Hari senin aku langsung bekerja di kantor Notaris. 

Bekerja di kantor Notaris tentu saja berbeda dengan di perusahaan yang super sibuk setiap hari. Di sini aku bisa sedikit agak santai dan bisa memperluas jaringan dengan beberapa notaris.  
Membuat akta autentik
Kalau di kantor Notaris, ada saatnya pekerjaan sedang banyak. Ada kalanya sepi. Maklum karena di sebuah kabupaten, berbeda mungkin jika di kota besar banyak yang sudah aware dengan kebutuhan notaris. Melingkup dengan pembuatan akta autentik, pengesahan  tanda tangan dan dokumen, mengurus sertifikat tanah, warisan, dan lain-lain.

Senangnya bekerja di kantor notaris aku tidak melulu duduk di depan layar, kadang aku harus bekerja ke lapangan untuk mengecek permasalahan klien atau ke kantor BPN untuk mengantarkan berkas klien. Di kantor BPN di tempatku dulu aku jadi tahu ada tempat makan khas Sunda, meski menggunakan grobak tapi rasanya juara di hati. 

Sambalnya yang khas dan lalapan yang tidak pernah ketinggalan, menjadi andalanku saat memesan makan siang dengan ayam serundeng. Minumnya air teh tawar hangat menambah kenikmatan di tengah perut yang keroncongan. 

Aku juga terkadang di tugaskan mengikuti seminar hukum baik di dalam kota maupun luar kota. Bertemu dengan beberapa staff pegawai notaris yang lain. Aku juga dikenalkan oleh teman-teman Notaris kenalan bosku. 

Circle notaris ini sangat kecil, jadi kalau ada yang macam-macam pasti ketahuan. Sekolahnya rumit seperti labirin. Tadinya aku juga bertekad mengikuti profesi notaris ini. Kok rasanya aku tidak sanggup.

Notaris harus magister dulu, setelah lulus masih ada sertifikasinya lagi, belum lagi magang. Hanya bertekad kuat yang bisa menjadi notaris. Tidak heran jika biaya pembuatan akta mahal, sekolahnya juga mahal. Kalau prioritasnya uang seperti aku gini rasanya sulit. 

Kantor notarisnya tidak seluas seperti kantor lama. Kantor notarisnya berupa bangunan rumah karena memang Notaris menyewanya untuk kantor. Seluas sekitar 72, 90 dan 96 meter persegi dengan dua kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, yang cukup besar. Sama dengan rumah di perumahan tipe 45. 

Peralatannya juga tidak modern seperti kantor lama, tapi cukup memadai dan layak untuk dipakai. Lalu ngapain aja sih aku di kantor Notaris?

Tugas Asisten Notaris 

Bos Notarisku tidak setiap hari stand by di kantor, karena banyak kegiatan lain di luar kantor. Jadi, aku yang membantu jika ada klien yang ingin konsultasi. 

Pada dasarnya sama saja dengan staf yang lain. Hanya saja aku lebih dipercaya untuk mengatur jadwalnya. 

1. Membuat dan Mengelola Akta 

Di kantor notaris aku membantu notaris menyiapkan dokumen-dokumen penting. Aku juga membantu menjelaskan jika ada klien yang 
konsultasi permasalahan hukumnya di saat notaris sedang tidak ada. 

Aku melakukan Repertorium, yang bertanggungjawab untuk mencatat semua akta dengan rapi dan sistematis.

2. Mengurus Administrasi Akta 

Aku membantu Notaris menyiapkan dan menulis draf akta seperti akta jual beli, perjanjian, wasiat dan dokumen legal lainnya. 

Sekalian dengan mempersiapkan dokumen klien, seperti KTP, KK, sertifikat ditanah dan dokumen penting lainnya. 

3. Membundel dan Mengarsipkan Akta

Setelah akta dibuat, aku akan membundel minuta akta  menjadi satu atau lebih, tergantung jumlah akta yang dibuat selama satu bulan. Biasanya satu bundel berisi 50 akta.

Minuta akta adalah naskah asli yang dibuat oleh Notaris, yang disimpan sebagai arsip di kantor Notaris.

4. Menyusun Daftar Surat Waarmerking

Membuat daftar surat-surat Waarmerking, yaitu surat di bawah tangan yang disahkan oleh Notaris dan surat-surat yang lain sesuai undang- undang yang berlaku. 

5. Menjadi Saksi dalam Pengesahan Akta

Aku juga menjadi saksi pembuatan akta untuk memastikan semua pihak yang terlibat hadir dan menyetujui isi akta.

Kadang aku juga menyaksikan adanya misuh-misuh saat pembagian harta waris. Hmm kadang banyak yang tidak terima, padahal aturan pembagian harta waris sudah diatur dalam undang-undang.

6. Mengurus Pendaftaran Tanah

Aku juga membantu Notaris dalam proses pendaftaran tanah, pengurusan surat tanah dan pengecekan sertifikat ke BPN (Badan Pertanahan Nasional)

7. Membuat Daftar Klapper

Menyusun daftar Klapper, daftar yang berisi informasi tentang akta-akta yang sudah dibuat. Akta ini biasanya digunakan sebagain indeks pencarian akta. 

Daftar Klapper disusun untuk penghadap, legalisasi, dan waarmerking sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi dokumen tertentu. 

8. Pelaporan Pajak

Aku juga sering ke kantor pajak, bahkan pernah ikut seminar hukum di kantor pajak. Mengurus dokumen pajak terkait transaksi, seperti Pajak Penghasilan (PPh) atau Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan (BPHTB).

9. Mencatat dan Mengurus Pembayaran 
Mencatat administrasi pembayaran dari klien, biaya notaris dan pajak terkait transaksi hukum yang dilakukan.

Woww ternyata kalau ditulis jadi banyak juga yaa, haha. Tapi, aku enjoy menjalankannya karena merasa sejalan dengan bidang keilmuan ku. Sampai pernah bercita-cita jadi Notaris, karena kok tinggal tanda tangan aja, haha. Tentunya tidak semudah itu ya karena harus dipertanggungjawabkan di hadapan huku. 

Apakah sekarang juga masih ingin jadi notaris? Hmmm kalau ada kesempatan kenapa tidak?

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.

Related Posts

5 komentar

  1. Anak temanku juga pengen jadi Notaris, kebetulan dia baru tamat s1 hukum, dan katanya pengen s2 biar bisa jadi Notaris. menurutku bisa bekerja di kantor Notaris aja udah banyak pengalaman yang didapat, Ilmu banget itu kak :) Saya aja tak jebol2 ngelamar di kantor notaris batam, heheh

    BalasHapus
  2. banyak banget ya kak tugasnya, aku kadang tiap kalo ke notaris kepo iiii berkasnya 1 kali ngurus aja buanyak banget yaaa

    BalasHapus
  3. Cukup banyak ya tugasnya dan itu semua penting karena ranah hukum ini kompleks, sehingga harus telaten mengerjakannya

    BalasHapus
  4. Cuma tahu kalau ada sepupu yang bekerja sebagai notaris dan memang sepertinya dari proses belajar di sekolahnya pun cukup menantang ya. Dan baru tahu kalau di kantor Notaris diperlukan juga lulusan hukum non-notaris yang bisa mendukung lancarnya pekerjaan.

    BalasHapus
  5. Ak dulu pernah kepikiran pengen jadi notaris, biar gampang urusan sertipikat tanah wkwk.. tapi ternyata harus magister duluu ya mbak.

    BalasHapus

Posting Komentar