cerita mbun

Filosofi Montessori dalam Belajar Membaca dan Menulis

13 komentar

Membaca dan menulis ala Montessori

Alhamdulillah saat bulan Juli aku berkesempatan menjadi Moderator dalam live Instagram di Blogspedia. Pertama kali aku nge-live, deg-degan banget, takut ada kesalahan teknis tapi Alhamdulillah acara berjalan lancar sampai akhir. 

Mengangkat tema yang mungkin banyak menjadi keresahan bagi banyak Ibu, yaitu Haruskah anak bisa membaca saat masuk sekolah dasar? Pasalnya banyak sekolah yang mengharuskan untuk bisa calistung sebagai syarat masuk SD. Padahal menteri pendidikan sudah melarang akan hal itu karena usia anak TK masih belum sempurna untuk dipaksa belajar calistung.

Daripada bertanya-tanya, simak keseruan live yang aku tulis di sini bersama mbak Nita Yuniarti atau biasa dipanggil mahasiswanya dengan Miss Nita, seorang dosen, Blogger profesional dan juga konsen dalam bidang Montessori. 

Montessori Bikin Anak Jadi Happy

Sebelumnya aku juga pernah menulis tentang bangun pondasi calistung anak ala Montessori, bahwa anak butuh usaha keras yang tidak main-main untuk belajar membaca dan menulis. Anak-anak akan merasa tertekan jika dibebani banyak hal karena memang anak ini masih suka bermain.
"Belajar seraya bermain. Bermain seraya belajar "
Konsep belajar seperti itulah yang Mbak Nita terapkan dalam mempraktikkan Montessori saat belajar, agar anak tidak merasa terbebani. Patokan usianya sekitar 4-5 tahun belajar pengenalan huruf. Meskipun setiap anak beda-beda perkembangannya. 

Apakah ada tes sebelum masuk SD

Masih menjadi tantangan bagi kita semua, karena menteri pendidikan Indonesia sendiri adalah seorang lulusan luar negeri yang mungkin ada sedikit pengaruhnya dalam mengedepankan kritis dan analisis. Anak usia dini sudah bisa diberikan pemahaman dengan konsep yang berbeda yang menurut kita saja sulit.

Padahal anak di daerah dengan di kota kan beda stimulusnya. Harus punya kemampuan apa dulu ya kira-kira?

Anak-anak di stimulasi sejak dini bahkan dari sejak kandungan 5 bulan. Usia 5 bulan Allah sudah menyempurnakan indera pada janin. Bisa di stimulasi dengan mendengarkan dongeng, Al-Qur'an dan di ajak bermain.

Loh emang bisa janin di ajak bermain? Bisa dong, aku sih biasanya dengan cara mengobrol. Aku selalu mengajaknya berbicara ketika akan melakukan sesuatu. "Mbun mau masak dulu ya, kamu juga bantuin Mbun ya." Mungkin ini salah satunya yang bikin Aqlan senang ketika membantu aku di dapur, hehe. 

Stimulasi dalam Montessori

Ternyata anak belajar membaca itu bukan kita menyuruhnya membaca atau menulis saja, tapi kita yang stimulasi sejak awal. Kuncinya kita harus mau repot dan cape. Lebih baik cape dan repot di awal, daripada di akhir. Iya kan?

Misalnya stimulasi anak untuk makan sendiri, mengoles selai dengan roti sendiri, menggunting, melempar bola yang bagus untuk jari-jarinya latihan menulis. Makanya aku juga tidak pernah larang Aqlan untuk selalu mengambil minum sendiri, yang tadinya selalu kepenuhan dan banjir selalu aku lap, sekarang dia sudah bisa mengira-ngira agar air tidak tumpah saat mengambil minum.

Biarkan anak makan sendiri, kita yang harus telaten membersihkannya. Memang menguras energi ya, tapi akan senang jika melihat anak lahap makannya dan siap untuk belajar menulis. Bagi kita menulis itu mudah karena sudah melaluinya, tapi bagi anak susah sekali. 

Makanya penting sekali kordinasi mata dan tangan dalam aktivitas kesehariannya dan motorik lainnya. Kita bisa memberikan latihan motorik dengan memindahkan kacang dengan sumpit, biar tulisannya tidak acak-acakan. 

Mengancing baju sendiri, juga bermanfaat dalam kegiatan motoriknya. Bukan tanpa makna, hal tersebut bermanfaat bagi kemampuan menulisnya nanti. Mendongeng berbagai macam cerita juga menambah kosa kata anak. Ketika membaca, anak terbiasa mendengar banyak kosa kata.

Dalam proses belajar membaca ini dahulukan anak bisa membaca dulu daripada paham maknanya. Belajar huruf per huruf dahulu. Sambil berjalan diberi penjelasan kepada anak tentang maknanya. 

Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini

Tujuan dari melatih proses belajar anak sejak dini adalah untuk menyiapkan anak terjun ke kehidupan nyata, mandiri dan berkarakter. Untuk menyiapkan itu semua, membutuhkan komunikasi holistik, yaitu komunikasi dua arah antara orang tua dan anak. 
Tujuan pendidikan anak usia dini

Mbak Nita menjelaskan dalam pendidikan anak usia dini ada 6 aspek yang perlu kita ajarkan pada anak, yaitu agama dan moral, kognitif, motorik, bahasa, sosial emosional dan seni. 

Contohnya ketika guru mengajarkan menanam kacang hijau menjadi tanaman toge. Aspek yang harus dimiliki seperti;

Agama dan moral

Sebelum kita menanam kacang hijau, alangkah baiknya kita berdoa terlebih dahulu. Membiasakan anak mengucap Bismillah ketika mengerjakan sesuatu. 

Moralnya, kita harus merawat tanaman baik. Tanaman juga makhluk hidup ciptaan Allah yang kita jaga. Tidak boleh merusak tanaman, harus disiram dengan baik. 

Hal yang aku ajarkan juga pada Aqlan, kadang dia suka iseng tangannya mencabut tanaman. Menjelaskan pada anak kalau tidak boleh mencabut sesuka hati, justru harus sayang dengan tanaman.

Kognitif

Memberi tahu pada anak kalau kacang hijau punya vitamin yang baik untuk tubuh. Menggali pengetahuan anak dengan cara yang menyenangkan.

Kita juga bis menjelaskan saat anak sedang makan bubur kacang hijau. "Enak ya buburnya? Banyak manfaatnya loh bagi tubuh, jadi sehat dan kuat deh."

Motorik

Menanam biji kacang hijau satu-satu melatih gerak dan fokus anak. Anak belajar memindahkan kacang hijau ke berbagai tempat.

Melatih fokusnya agar kacangnya tidak jatuh dan tumpah, sehingga tidak berserakan ke lantai.
Anak akan berpikir bagaimana caranya untuk menjaga kacang hijau agar tidak jatuh. 

Bahasa

Bahasanya kita bisa membuat cerita dari tanaman kacang hijau, sehingga menambah kosa kata bagi anak.

Seni

Seni biasanya paling disuka anak-anak, karena mereka bisa menari dan menyanyi. Ajak anak menyanyikan lagu tentang kacang hijau atau bertanam. 

Sosial

Melatih anak untuk bersikap sabar dan bekerja sama. Sabar ketika kacang hijaunya tumpah atau ketika sabar menunggu bijinya menjadi tanaman. 

Ayah dan Bunda juga bisa mengajarkan 6 aspek perkembangan ini dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Ketika anak sudah bisa membaca atau bisa melakukan sesuatu akan tumbuh rasa percaya diri dalam dirinya. 

Anak selalu ingin tahu sesuatu, tidak heran ia senang bertanya sesuatu yang kadang kita juga bingung menjawabnya, hehe. Kenapa ada petir? Kenapa ada pelangi? Bahkan dulu aku pernah bertanya sama mama, kenapa ya bulan mengikuti kita terus? Hihi.

Puaskan rasa keingintahuan anak dengan menjelaskan padanya. Jika kita tidak tahu, ajak anak sama-sama mencari tahu jawabannya. Bisa kita mencari tahunya di mesin pencari. 

Jangan sampai ketika anak penasaran, kita malah sibuk sendiri. Ibarat orang yang lapar jadi hilang mood untuk mencari tahu lagi. Duh, jangan sampai ya. Semoga kita bisa selalu memuaskan rasa penasaran anak. 

Bahaya juga bila dia mencari tahu jawabannya di luar. Justru kesempatan bagi kita, agar anak terus bercerita sama orang tuanya. 


Stimulasi agar Anak Semangat Membaca dan Menulis

Anak laki-laki memang cenderung lebih sulit untuk menyiapkannya, namun bukan berarti kita menyerah begitu saja. Perlu juga stimulasi, misalnya degan bermain bola.

Kita bisa observasi dari stimulasi apa yang kurang. Apakah cara menyendoknya yang kurang lihai, bisa juga dengan mengajaknya main perosotan. Jangan banyak melarang anak, selagi kita awasi tidak apa-apa.

Dari tadi stimulasinya bermain ya? Ya memang anak ini senangnya bermain, justru dari kegiatan bermain bisa menguatkan kekuatan tangan dan badannya jadi seimbang ketika melakukan teknik menulis.

Orang tua dulu tulisannya bagus karena masih bisa fokus belum ada gadget dan teknologi lainnya. Sementara sekarang banyak sekali tantangannya, dan untuk anak bisa fokus perlu stimulasi yang telaten dari orang tua. 

1. Faktor Internal 

Motivasi dan support dari orang tua untuk menemani anak membaca buku. Orang tua memberikan teladan bagi anak agar semangat belajar. 

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini berupa medianya. Jika ingin mengenalkan anak membaca buku, buat pojok literasi di rumah. Menyusun buku anak dengan menampilkan bagian cover, akan membuat anak tertarik dengan buku.

Membuat rak yang lucu misalkan seperti bentuk pohon, lalu menyimpan buku di bagian dahannya. Tidak apa-apa di sekitar banyak mainan kesukaan anak dan bantal. Saat anak membaca, jika ingin bermain juga jangan dipaksa karena anak masih belum bisa fokus.

Setidaknya kita sudah bisa memfasilitasi anak tertarik dengan buku. Tidak harus bentuk pohon dan membelinya, kita juga bisa membuatnya sendiri dengan menarik, lebih hemat, hehe. 

Banyak sekali permainan untuk meningkatkan fokus anak. Salah satunya dengan mengenalkan berbagai tekstur, bisa sambil ditutup matanya dan bertanya tekstur apa yang sedang dipegang anak. 

Memanggil anak laki-laki dan perempuan beda dilihat dari fokusnya. Kalau anak perempuan mungkin cukup dengan memanggil namanya saja. Berbeda dengan anak laki-laki yang harus kita tunjukkan barangnya. "Nak, lihat sini Bunda punya mainan yang warna merah lucu deh!" Kalau dipanggil-panggil memang susah untuk menjawabnya. 

Anak laki-laki juga tidak bisa lama-lama duduk diam, seringnya dia bergerak kesana kemari. Untuk itu bisa kita kenalkan huruf sambil meloncat. "Huruf a ketemu b apa ya bacanya?"

Orang tua harus kreatif menyediakan banyak media. Manfaatkan barang yang ada di rumah. Kalau aku memanfaatkan mainan dari kardus

Kesimpulan

Metode Montessori membuat anak nyaman belajar. Anak tidak merasa tertekan dan terbebani. 

Kenapa harus Montessori? Karena pakar Montessori, Maria Montessori, memberikan kebebasan pada anak untuk belajar. Dampaknya untuk kemandirian. Stimulasi anak dengan berbagai cara, sehingga anak tidak merasa tertekan salam belajar. 

Media Montessori mungkin mahal ya, tapi kita bisa belajar dari bukunya, melalui media sosial dan juga memanfaatkan barang sekitar. Intinya kita harus paham dulu filosofi Montessori yaitu follow the child. Semoga kita selalu kreatif dalam membersamai anak membaca dan menulis ya Ayah dan Bunda. 



Related Posts

13 komentar

  1. Saya setuju sekali dengan Metode Montessori ini. Jadi kalau anak-anak nyaman saat belajar, maka akan cepat pahamnya karena hati senang. Sebaliknya kalau ngajarnya ngalak, apalagi pakai membentak, anak menangis, ya percuma.
    Terus menurut saya, lebih enak zaman TK saya dulu. Di mana hanya belajar sambil bermain. Hal-hal menyenangkan yang dilakukan. melipat, menggunting bernyanyi, membentuk dari malam, dan lain-lain.

    BalasHapus
  2. Anakku udah 12 tahun sih ya dan di sekolah pakai metode Montessori. Emang berguna bangeeet karena mengajari kemandirian anak.

    Setuju kak. Sebelum mengajari anak menulis kudu menguatkan motorik halusnya dengan stimulasi2.

    BalasHapus
  3. Setuju banget, metode Montessori itu bikin anak happy belajar karena nggak ngerasa dipaksa atau terbebani. Anak diajak belajar sambil bermain, jadi natural banget prosesnya. Apalagi tips-tips stimulasi motorik kayak biarin anak makan sendiri, melempar bola, sampai belajar mengancing baju itu bener-bener ngefek ke perkembangan mereka! Salut sama Mbak Nita yang telaten dan kreatif dalam ngajarin anak.

    BalasHapus
  4. Kemarin aku mengajari anakku baca tulis dengan metode Montessori kak. Alhamdulillah, minim drama. Anak lebih enjoy dan kemampuan membacanya MasyaAllah banget.. Selalu suka dengan filosofi Montessori karena fokusnya ke anak sehingga tidak membuat anak frustasi.

    BalasHapus
  5. Benar sih. Anak tuh harus merasa senang saat belajar. Jadi, memang orang tua atau pendamping yang harus telaten untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan membiasakan mereka untuk belajar mandiri.

    BalasHapus
  6. Ternyata belajar membaca dan menulis bisa jadi menyenangkan dengan metode Montessori. Saya jadi punya pandangan baru tentang pendidikan anak usia dini. penjelasan yang detail tentang Filosofi Montessori. Saya baru tahu bahwa metode ini sangat relevan dengan perkembangan alami anak. Pasti akan saya rekomendasikan ke teman-teman.

    BalasHapus
  7. Nggak ada murid yang bodoh, tapi yang ada hanyalah belum ketemu guru yang benar saja. Dgn guru yg benar dan memakai metode mengajar yg benar, salah satunya metode Montessori ini, si anak bakal lbh senang belajar. Pdhl dia lg bermain. Emg metode ini wajib diajarkan di sekolah2. Minimal ortu bs belajar sendiri dgn membaca dr buku yg bs dikenalkan ke anak sejak dini.

    BalasHapus
  8. Saya beneran jadi tertarik, kalau nanti jadi Ibu beneran mau fulltime deh menemani anak sambil ngeblog dan berkebun. Rasanya saya cocok dengan metode Montessori ini. Harus belajar nih dari sekarang.

    BalasHapus
  9. Belajar sambil bermain, memianak nyaman dengan belajar dan tetap menjaga rasa ingin tahunya memang tidak mudah tapi bukan berarti tidak mungkin bukan

    BalasHapus
  10. Bukan menyuruh anak membaca, tapi menstimulasi.
    Ah, kereen sekalii..
    Selama ini target orangtua hanya berfokus pada hasil. Padahal misi besarnya adalah bagaimana anak bisa mencintai proses belajar itu sendiri. Kalau menyenangkan seperti menggunakan Metode Montessori ini, pasti anak-anak gak perlu disuruh yaa.. tapi bisa menjadi sebuah kesenangan tersendiri menemukan cara mereka belajar yang fun.

    BalasHapus
  11. Sebagai orang tua yang anaknya sekolah montessori, saya mulai bisa melihat ketertarikan anak dalam membaca dan menulis. Terutama membaca sih karena somehow anak ini untuk kata-kata yang simple, jadi bisa baca sendiri :)

    BalasHapus
  12. Wah mantep banget kak Alfida, rajin banget euyy! Aku baca buku soal Montessori ini dari Danishway parenting dulunya, trus blm lanjut lagi karena terjemahannya aduhai amburadulnya hehehe, wah asik yaa kalo ada webinar gini

    BalasHapus
  13. Belajar dan berbaim, bermain dan belajar, memang usia anak-anak usianya bermain. Kita menumbuhkan kemampuan belajar mereka melalui acquisition. Belajar pada area subconsious learning

    BalasHapus

Posting Komentar