Anakku termasuk prosesnya yang sampai 6 bulan. Awalnya karena aku merasa ada kesalahan saat aku mengenalkannya. Aku evaluasi dan ganti cara baru untuk mengarahkannya.
Bunda mungkin mengalami hal yang serupa? Atau mungkin Bunda tidak menyadari telah melakukan kesalahan dalam toilet training? Jika anak tidak menunjukkan respon positif, Bunda bisa evaluasi mungkin kesalahan ada pada orang tua.
Kesalahan Saat Melatih Toilet Training
Kesalahan saat toilet training kebanyakan terjadi secara tidak sadar. Orang tua yang belum paham atau tidak tahu harus berbuat apa.
Aku awalnya juga bingung harus bagaimana dulu, akhirnya secara tidak sadar bahwa sudah ada kesalahan dan prosesnya jadi lebih lama. Berdasarkan pengalamanku, kesalahan orang tua bisa terjadi seperti berikut:
1. Tidak Konsisten
Anak dan orang tua belum benar-benar siap. Hasilnya kita tidak konsisten mengenalkannya pada anak. Awalnya rajin mengajak anak ke toilet, tapi lama-lama merasa kasihan melihat anak harus BAK dan BAB ke kamar mandi, akhirnya kita berhenti untuk mengajarkannya.Tidak adanya support system dari lingkungan, sehingga kita pun menyerah di tengah jalan untuk tidak mengajarkan lagi toilet training pada anak. Kita juga bingung kapan memulai toilet training pada anak.
Aku bisa merasakan betuk ketidak konsistenan orang tua, karena memang mengajarkan anak toilet training memang melelahkan. Makanya, di artikel ku sebelumnya tentang toilet training aku berkali-kali mengatakan untuk “siap” keduanya, anak dan orang tua.
Jika anak dan kedua orang tua siap, tidak konsisten itu tidak akan terjadi. Aku mengalaminya ketika aku beda pendapat dalam mengajarkan anak toilet training. Suami masih ingin memakaikan pempers di malam hari karena kasihan takut anak terganggu tidurnya karena mengompol.
Sedangkan aku ingin mulai mengajarkan anak lepas pempers di malam hari. Kalau nggak dilepas, kapan anak akan bisanya, pikirku saat itu.
Nah loh gimana tuh kalau udah begitu? Bukan hanya soal toilet training, tapi soal urusan yang lain juga aku dan suami banyak berbeda pendapat. Ya, gapapa ya namanya juga dinamika pengasuhan, haha.
Nah loh gimana tuh kalau udah begitu? Bukan hanya soal toilet training, tapi soal urusan yang lain juga aku dan suami banyak berbeda pendapat. Ya, gapapa ya namanya juga dinamika pengasuhan, haha.
Maka, diskusi adalah jalan ninja untuk memutuskan bagaimana cara parenting kita dalam mengajarkan toilet training. Baiknya gimana, jangan memaksakan kehendak diri sendiri, hilangkan ego demi kebaikan anak. Dengarkan alasan pasangan, berikan juga alasan kita. Nanti ketemu kok titik temunya apa yang harus dilakukan.
Kalau aku selalu menanamkan gaya parenting itu harus sama dengan pasangan. Kalau beda, nanti nggak akan berhasil sama apa yang kita tuju, anak juga bingung harus mengikuti siapa. Jadi, please samakan dan hilangkan ego ya Bun.
Bukanya nurut, yang ada malah anak Tidka percaya sama orang tuanya. “Ayo pipis di kamar mandi, nanti jadi penyakit loh.” Atau “Kalau nggak mau bilang pipis, nanti di sunat loh.” Alamaaaaak, aku yang denger aja takut, apalagi anak kecil. Jelas nggak ada hubungannya dengan anak tidak mau bilang pipis.
Sewaktu kecil aku kalau belum tidur, Mama selalu nakut-nakutin aku kalau nggak mau tidur nanti ada tikus. Alhasil aku jadi penakut sampai sekarang. Udah bukan waktunya lagi menormalisasi anak dengan menakutinya.
Anak juga belum bisa menjawab ketika kita bertanya mau pipis atau tidak. Kalau anak sudah bisa bilang ya atau tidak, tandanya anak sudah bisa kita latih toilet training.
Meskipun jawabannya juga belum pasti, setidaknya tidak terlalu dini dalam mengenalkannya.
Kalau aku selalu menanamkan gaya parenting itu harus sama dengan pasangan. Kalau beda, nanti nggak akan berhasil sama apa yang kita tuju, anak juga bingung harus mengikuti siapa. Jadi, please samakan dan hilangkan ego ya Bun.
2. Menakut-nakuti Anak
Menakut-nakuti anak pasti sering dengar ya Bun? Bahkan biar anak bisa nurut sama kita, sering banget kita nakut-nakuti anak.Bukanya nurut, yang ada malah anak Tidka percaya sama orang tuanya. “Ayo pipis di kamar mandi, nanti jadi penyakit loh.” Atau “Kalau nggak mau bilang pipis, nanti di sunat loh.” Alamaaaaak, aku yang denger aja takut, apalagi anak kecil. Jelas nggak ada hubungannya dengan anak tidak mau bilang pipis.
Sewaktu kecil aku kalau belum tidur, Mama selalu nakut-nakutin aku kalau nggak mau tidur nanti ada tikus. Alhasil aku jadi penakut sampai sekarang. Udah bukan waktunya lagi menormalisasi anak dengan menakutinya.
3. Terlalu Dini
Meski tidak ada patokan yang pasti mengenalkan toilet training, namun sebaiknya tidak terlalu dini juga ya. Anak belum bisa jalan sudah kita kenalkan toilet training, hal tersebut bisa menyulitkan anak untuk buang air.Anak juga belum bisa menjawab ketika kita bertanya mau pipis atau tidak. Kalau anak sudah bisa bilang ya atau tidak, tandanya anak sudah bisa kita latih toilet training.
Meskipun jawabannya juga belum pasti, setidaknya tidak terlalu dini dalam mengenalkannya.
4. Memaksa ke Toilet
Kalau kata Dokter Spesialis Anak RSIA Tumbuh Kembang, Miza Afrizal mengatakan bahwa prinsip utama dari toilet training adalah mengajak, kalau mengajak artinya kita sudah siap untuk ditolak.
Lanjutnya lagi, memaksa anak hanya akan meninggalkan trauma. Bentuk paksaan bisa berupa tiba-tiba menggendong anak dan mendudukkannya di toilet tanpa bertanya dulu pada anak.
Anak sedang asyik bermain kita paksa untuk ke toilet agar ia BAK dan BAB. Anak tentunya bisa kaget dan tidak mengerti dengan pemaksaan dari orang tua.
Jangan pernah paksa anak untuk ke toilet ketika sedang asik bermain. Anak akan semakin tidak mau pergi ke toilet.
Kedua, barang-barang yang perlu dipersiapkan dalam toilet training. Banyak orang tua yang bingung apa saja yang perlu disiapkan dalam melatih toilet training. Kenali tanda-tanda kesiapan anak dalam toilet training agar Bunda tidak bingung.
Bunda bisa memiliki potty toilet untuk belajar toilet training. Tapi, aku sendiri tidak menggunakan potty, langsung membawanya ke kamar mandi karena WC di rumah kami juga jongkok jadi kurang relate aja. Biar sekalian dibersihkan juga.
Aku juga menyiapkan kasur khusus Aqlan, agar kalau ngompol khusus di kasur dia aja. Kasurnya terletak di samping kasur kami. Soalnya Aqlan tidak mau menggunakan perlak, dia tidak nyaman jadi pisah menggunakan kasur sendiri.
Anak sedang asyik bermain kita paksa untuk ke toilet agar ia BAK dan BAB. Anak tentunya bisa kaget dan tidak mengerti dengan pemaksaan dari orang tua.
Jangan pernah paksa anak untuk ke toilet ketika sedang asik bermain. Anak akan semakin tidak mau pergi ke toilet.
5. Tidak Memiliki Persiapan
Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk melatih toilet training. Pertama tentunya kita harus siap mental, agar tidak menjadikan toilet training sebagai sebuah beban.Kedua, barang-barang yang perlu dipersiapkan dalam toilet training. Banyak orang tua yang bingung apa saja yang perlu disiapkan dalam melatih toilet training. Kenali tanda-tanda kesiapan anak dalam toilet training agar Bunda tidak bingung.
Bunda bisa memiliki potty toilet untuk belajar toilet training. Tapi, aku sendiri tidak menggunakan potty, langsung membawanya ke kamar mandi karena WC di rumah kami juga jongkok jadi kurang relate aja. Biar sekalian dibersihkan juga.
Aku juga menyiapkan kasur khusus Aqlan, agar kalau ngompol khusus di kasur dia aja. Kasurnya terletak di samping kasur kami. Soalnya Aqlan tidak mau menggunakan perlak, dia tidak nyaman jadi pisah menggunakan kasur sendiri.
Kalau mengompol membuatnya jadi tidak nyaman, akhirnya mau kalau diajak pipis dulu sebelum tidur agar tidak mengompol. Anak juga memiliki keinginan tidur dengan nyaman dan nyenyak. Apalagi anaknya apik, jadi paling nggak suka mengompol.
6. Memarahi Anak
Gemes ya pasti kalau udah bilangin anak berkali-kali kalau jangan mengompol, ehh anak masih saja mengompol. Kalau udah begitu, apa boleh kita marahi anak?
Tentu jangan yaa anak masih belum mengerti dan sedang belajar juga untuk membiasakan yang tadinya pipis di pempers jadi ke toilet. Tidak perlu dimarahi nantinya malah jadi trauma dan takut untuk ke kamar mandi.
7. Anak Merasa Beban
Sikap kita yang pengen anak cepat mandiri ke toilet sendiri kerap kali menimbulkan kesan beban bagi anak. Anak merasa terbebani sehingga menjadi malas-malasan tidak mau ke toilet.
Perhatikan juga frekuensi mengajak anak ke toilet. Tidak perlu sering agar anak juga merasa nyaman.
Berapa Lama Toilet Training Dikatakan Berhasil?
Toilet training dikatakan berhasil berbeda bagi setiap orang tua sesuai tujuannya. Ada yang sampai sudah bisa mengendalikan ketika mau BAK saja atau berserta BAB. Ada yang sampai bisa membersihkan BAK sendiri.
Karena prosesnya yang berbeda juga setiap anak, ada yang cepat dan lama. Kalau aku tujuannya bisa sampai lepas popok aja dan usianya sekarang 3 tahun masih aku bersihkan dan diantar ke kamar mandi.
Masih banyak PR agar anak bisa toilet training secara mandiri. Usia 3 tahun anak baru bisa membersihkan BAK saja, belum bisa membersihkan BAB. Cara melatih kesiapan anak toilet training juga berbeda sehingga hasilnya juga akan berbeda setiap anak.
Kesimpulan
Peran orang tua agar anak lulus toilet training sangat penting. Karena toilet training mengutamakan pendampingan. Anak tidak bisa secara natural BAK sendiri, hal ini perlu dilatih agar anak mengerti kenapa harus BAK sendiri.
Nikmati aja proses ini, nggak kerasa kok tahu-tahu anak sudah bisa bilang pengen BAK aja yang tadinya ditanyain terus mau BAK atau nggak, hehe.
Baca juga artikel selanjutnya tentang Tujuan Toilet Training.
Referensi:
- 5 Kesalahan Orang Tua Saat Melatih Toilet Training - https://wolipop.detik.com/parenting/d-1990283/5-kesalahan-orangtua-saat-melatih-anak-toilet-training
- 'Akhirnya, Trik Ini Bikin Anakku Lulus Toilet Training' - https://www.haibunda.com/parenting/20180115202241-61-11745/akhirnya-trik-ini-bikin-anakku-lulus-toilet-training
- Kesalahan Yang Sering Dilakukan Orang Tua Saat Toilet Training - https://validnews.id/kultura/kesalahan-yang-sering-dilakukan-orang-tua-saat-toilet-training
- Toilet Training Usia Berapa Dikatakan Berhasil? Cari Tahu Yuk! - https://jurnalbunda.com/toilet-training-usia-berapa/
Kayaknya menakut-nakutin ini semacam dijadikan jalan ninja sama orang tua. Padahal bahayanya kalau anak jadi penakut beneran. Akan jadi repot.
BalasHapusEmang kudu siap semua ya. Baik anak maupun orang tua.
Mengajarkan toilet training pada anak merupakan salah satu pencapaian penting dalam masa balita. Orang tua pasti ingin prosesnya berjalan lancar dan cepat berhasil. Tapi perlu diingat Setiap anak memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda.
BalasHapusKalo kakakku dulu telaten melatih anaknya buat bisa pakai toilet bahkan sejak masih bayi. Memang butuh tenaga ekstra sih. Tapi memang kesiapan mental oramg tua juga beda-beda ya.
BalasHapusanak-anak saya membutuhkan waktu yang berbeda-beda ketika dikenalkan dengan toilet training. Yang terpenting kita memang harus sabar dan telaten banget waktu mengajari mereka dengan toilet training ini
BalasHapusMenakut-nakuti anak itu enggak banget deh. Biasanya ibu begitu kalau udah capek, kehabisan akal, atau memang nggak tau cara yang bener.
BalasHapusToilet training tujuannya untuk membuat anak mandiri. Tapi alangkah baiknya, jika hal tersebut dilakukan dengan baik. Jadi ortu jaris menghindari kesalahan-kesalahan saat toilet training. Supaya program toilet training dapat dijalani anak dengan nyaman.
BalasHapusbener banget kak hehe aku dlu termasuk yg awal2 tuh agak pusinggg yaah tapi alhamdulillah isya umur 3,5 tahun dah lepas pampers bersyukurrr banget, ngga lepas dari sekolahnya juga sih, karena di awal2 dia emang dikasih tau sama guru playgroupnya di sana hihi
BalasHapusKesabaran dan telatennya orangtua diperlukan ya dalam upaya anak bisa menerapkan toilet training. Walau memang pasti ada aja kendalanya, sehingga bisa dilihat juga dari kemauan si anaknya
BalasHapusKalo kita sabar dan telaten sebenarnya mudah untuk mulai toilet training ke anak kita. Tapi kadang klo malam kita malas ajak anak ke toilet ini yang buat anak jadi lama buat lepas popok
BalasHapusKenapa harus menakut-nakuti ya. Kan bisa membuat anak trauma. Biasa saja dan santai, ikuti irama saja. Namanya juga belajar, harus bertahap. Semangat ya mbak membimbing toilet training Aqlan
BalasHapusAku setuju banget, kuncinya adalah kesabaran dan kerja sama dengan pasangan. Kadang kita juga suka nggak sadar kalau memaksa atau memarahi anak malah bikin mereka trauma.
BalasHapusKalau saya poin pertama memang itu sesuai usia. Jadi kalau usia sudah pas, maka proses toilet training akan cepat juga. Terus harus konsisten, jadi anak terbiasa. Jadi ornag tua pun harus konsisten juga.
BalasHapusSi kecilku tuh suka takut kalo ada tokek. Maklum krn msh tinggal di kampung. Jd hewan2 msh banyak tinggal di atap. Dia tuh ketakutan kalo di toilet dan tokek berbunyi. Mknya suruh nemenin depan pintu kalo lagi di toilet. Soalnya msh hrs nyebokin jg. Pelan2 sih ya. Ntr kalo SD aja biar dia belajar cebok sendiri. Takut ga bersih ntar.
BalasHapusToilet training memang kudu suabaarr pol, kalo nggak konsisten juga bakal sia-sia nanti, dan harus mulai membiasakan lagi dari awal, huhu..
BalasHapuswah sebelum mulai toilet training, ortunya juga harus siap banyak hal dulu ya. enggak boleh maksa juga. kadang suka gemes aja, soalnya sering dibanding2in sama ortu zaman old. yg katanya anak-anaknya pada cepet TT, beda sama zamans eakrang
BalasHapusKedua anak saya proses toilet training-nya tidak memakan waktu yang lama. Pertama-tama dilihat kesiapan anaknya dulu, dari usianya dan saat anak mengerti ketika diajak berbicara. Memang sih, butuh kesabaran ekstra supaya prosesnya berhasil.
BalasHapusWah ternyata dalam tolilet trainimg orang tua bisa mebuat kesalahan. Imformasi seperti ini harus banyak dibagikan, khususnya bagi kalangan yang keluarganya adalah keluarga baru. Sehingga menjadi bekal bagi mereka.
BalasHapusSetiap anak punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tapi apapun itu bukan sebuah masalah, apalagi bagi kedua orang tua
BalasHapusJangan sampai orang tua melakukan kesalahan. Cukup yg sudah jadi pelajaran saja ya
Aku pernah mengajak anak temen ku buat ke toilet sendiri dengan sedikit 'paksaan dan kalimat pembohongan'. Si anak minta pipis di pampers, sedangkan rumahnya lumayan jauh, disini enggak ada pampers. Akhirnya ku tuntun ke kamar mandi sambil bilang "Nanti disana ada pampers". Pas nyampe ku suruh pipis dia mau. Setelah kejadian itu jadi takut akan meninggalkan dampak yang nggak baik, walau mungkin akan sedikit karena cuma sekali. Gimana tuh mbak wkwk?
BalasHapusSangat butuh kesiapan sebagai orang tua memang kalau tengah melatih anak soal apapun itu termasuk toilet training. Capek sih kadang. Walhasil prosesnya bukan hanya ada di anak seorang.
BalasHapusMemang kudu ekstra suabar kalau toilet training. Konsistensi juga sama telaten ngasi sugesti atau kalimat positif yang membangun
BalasHapusItu dia, klo keseringan dimarahi atau ditakut-takuti, anak malah bingung dan jadi kurang terkontrol ketika hendak mengatur sensor BAKnya. Memang sebaiknya nyantai aja dan enggak grusa-grusu karena konndisi tiap anak memang beda ya kesiapan lulus toilet trainingnya.
BalasHapusMakin memperbanyak wawasan dan ilmu saya mengenai pelatihan toilet training ini, dan jadi tahu juga mengenai proses toilet training ini, keponakan saya juga masih dalam proses pengenalan toilet training ini
BalasHapusanakku yang kedua prosesnya cukup lambat tapi smooth..tapiiii bisa dikatakan emang gak konsisten sih, apalagi kalo lagi proses TT eh malah pergi kerumah neneknya atau tempat lain, alhasil pake pospak lagi hehe
BalasHapuswah artikel ini sangat bermanfaat, terima kasih sudah berbagi ya kak :D
BalasHapus