Sumber: Canva |
“Tidak ada anak yang nakal, yang ada anak yang banyak akal.”
Anak-anak
selalu ada saja tingkah ajaibnya yang kadang kita secara spontanitas merespon
dengan kata negatif. Entah diucapkan secara sadar atau tidak, melabeli anak
dapat melukai hatinya dan anak akan mengingatnya di alam bawah sadarnya.
Kata yang
sering di dengar biasanya jika anak sudah mulai “berulah”. Orang tua dengan
cepat mengatakan, “Kamu tuh nakal banget ya, susah dibilangin!” Ekspektasi kita
terhadap anak yang turut mempengaruhi bahwa kita menginginkan anak yang baik
dan penurut.
Sebelum
menyalahkan dan melabeli anak coba perhatikan diri kita Bun, Apakah sifat “nakal”
tersebut ada pada diri kita? Apakah anak mencontoh bagaimana kita bersikap yang
tidak baik? Padahal lingkungan sudah positif tapi anak masih saja berulah, hal
yang paling bisa kita lakukan adalah dengan introspeksi diri.
Anak rewel atau berulah karena ingin menyampaikan sesuatu. Loh kan anak sudah bisa bicara seharusnya bisa menyampaikan apa yang dia sedang rasakan? Meski anak sudah bisa bicara tapi memang begitulah bahasa cinta anak menyampaikan apa yang anak butuhkan.
Bunda, Jangan Labeli Anak Ya!
Aku tahu
banget rasanya menahan untuk tidak melabeli anak. Perasaan ingin melabeli anak
tersirat di hati acapkali anak berulah tidak sesuai yang kita harapkan.
Tanamkan
pada diri kalau kita sebagai orang dewasa saja masih sering berbuat kesalahan,
bagaimana dengan anak yang otaknya saja belum sempurna? Pikirkan lagi kenapa
Bunda melabeli anak dengan mudah?
Arti kata
melabeli adalah memberikan cap pada anak yang berkonotasi negatif. Anak nakal,
pemalas, pemalu, penakut, cengeng dan lain sebagainya. Apakah Bunda pernah
melabeli anak dengan kata-kata itu? Semoga tidak pernah ya, walaupun tanpa
sengaja mengucapkannya mari kita benahi secara perlahan dan berucap lebih hati-hati.
Aqlan kalau ditimbang ke posyandu sampai usia 3 tahun masih belum mau, ke kamar mandi maunya di gendong, minum susu inginnya disuapi dan dicukur rambut juga tidak pernah mau. Aku selalu bertanya kenapa tidak pernah mau melakukan kegiatan yang bahkan sama sekali tidak sakit. Baginya berbeda, katanya, “Aqlan takut.”
Sedih banget sih dengar alasannya, tapi aku tak lantas melabelinya penakut, khawatir akan selalu diingatnya hingga dewasa. Bagi orang dewasa kita pasti berpikir 'masa gitu doang takut? Nggak boleh takut dong!'
Alih-alih kita malah memaksakan anak lebih baik kita pahami apa yang dirasakan dengan anak. Setiap hari memang kita dihadapkan dengan dua pilihan mau mengikuti ego atau memahami perasaan anak.
Kadang aku
berpikir, apakah ketakutannya ini genetik dari aku yang penakut? Hihi semoga
bukan ya. Akupun tidak memaksa melakukan hal yang Aqlan tidak mau. Disabarin dan
doakan saja semoga Aqlan bisa melewati fase ini dengan bahagia.
Kalau kita
melabeli anak, apakah kita juga akan bahagia dan anak langsung menurut begitu
sja? Bukannya kalau dilarang anak justru malah melakukannya?
Daripada kita menyesal telah mengucap label pada anak, sebaiknya kita menahan untuk tidak mengucapkannya. Tidak ada gunanya juga kan? Malah bisa berdampak bagi kesehatan mental anak.
Waspadai Melabeli Anak, Ini Dampaknya!
Aku sedang di fase sangat hati-hati dengan respon yang aku ucapkan, karena tahu nggak Bunda, anak juga sedang menunggu respon kita loh. Mereka akan mengamati dan melihat seperti apa respon kita terhadap perilakunya.
1. Anak Berperilaku Sesuai yang Dilabeli Orang tua
Berharap dengan melabeli anak, ia akan menjadi tidak sesuai dengan yang kita labeli. Nyatanya anak semakin mempercayai dirinya nakal. Anak semakin bertingkah dan membuat orang tua pusing.
Aku selalu percaya kalau tidak ada anak yang nakal. Anak masih belum mengerti apa yang sedang ia lakukan, bagaimana meregulasi emosinya dan konteksnya.
Bayangkan, dia baru hidup 3 tahun di dunia, separuh usia kita saja tidak, tapi sudah melabelinya nakal dan berharap dia mengerti semuanya?
Aku tidak pernah marah kalau Aqlan menumpahkan susu, aku saja masih suka menumpahkan susu ketika akan membuat susu. Aku juga tidak pernah marah ketika Aqlan tidak menghabiskan makanannya, aku saja malas menghabiskan makanan jika tidak mood. Lantas mengapa kita jadi egois dengan memaksakan anak harus sempurna?
2. Label Membuat Anak Membatasi Dirinya
Anak yang kita kira nakal siapa tahu dia sedang mengeksplorasi lingkungannya
atau mencoba hal baru dan menarik menurutnya. Memang yang kita anggap sepele
dan tidak menarik, justru bagi anak adalah hal yang menakjubkan dan menarik.
Dilabel dengan anak nakal, anak jadi membatasi dirinya untuk mencari hal yang baru. Setiap akan melakukan sesuatu jadi tidak percaya diri. Sayang sekali kan kalau dia harus memendam potensinya?
3. Anak Mengalami Stres
Stres bukan hanya terjadi pada orang dewasa saja Bun, anak juga bisa
mengalami stres. Melabeli anak ditempat umum pemicu anak merasa malu hingga
berakhir dengan depresi.
4. Anak Mendapat Perlakuan yang Berbeda
Label yang diberikan pada anak akan membuat orang di sekelilingnya juga akan memperlakukan beda pada anak. Sering dicap sebagai anak nakal sehingga perlakuan
lingkungan juga akan berubah.
Hal itu juga semakin membuat anak percaya bahwa dirinya nakal. Anak jadi akan terus berperilaku yang menurutnya nakal.
5. Anak Selalu Merasa Salah karena Tidak Diapresiasi
Kesimpulan
https://www.superbookindonesia.com/article/read/article/Stop+Melabeli+Anak+Sebagai+Anak+Nakal%2C+Karena+Kenyataannya+Berikut+Ini/id/2434.html
https://www.kinderkloud.com/article/detail/Melabel-anak-Apa-dampaknya-6834a588
Posting Komentar
Posting Komentar