Sumber: Canva |
"Pokoknya nanti setelah menikah dan punya anak aku akan tetap bekerja sampai kapanpun!" Ucap aku yang baru lulus kuliah.
Bisa dibilang aku seorang yang ambisius saat itu, sudah menentukan step by step untuk mewujudkan mimpi. Padahal baru lulus, tapi tingkat percaya dirinya masih tinggi percaya bisa melakukan banyak hal dengan mudah. Aku bangga sama diriku sendiri selama perkuliahan, yang aku pikir cukup untuk aku punya modal meraih mimpi.
Ekspektasi tidak sesuai realita. Kenyataannya memang pahit, ternyata yang direncanakan tidak berhasil dan sesuai dengan apa yang dipikirkan. Kepercayaan diri itu pun sempat hilang.
Dengan perubahan yang ada, aku merasa tidak berdaya dan jauh dari mimpi. Malah aku jadi bingung dengan mimpiku sendiri mau dibawa kemana.
Ekspektasi tidak sesuai realita. Kenyataannya memang pahit, ternyata yang direncanakan tidak berhasil dan sesuai dengan apa yang dipikirkan. Kepercayaan diri itu pun sempat hilang.
Dengan perubahan yang ada, aku merasa tidak berdaya dan jauh dari mimpi. Malah aku jadi bingung dengan mimpiku sendiri mau dibawa kemana.
Apakah Ibu Rumah Tangga boleh bermimpi?
Apakah Ibu Rumah Tangga berhak bahagia?
Apakah dua keluarga besar akan mendukung? Bagaimana respon masyarakat terkait mimpi-mimpiku?
Begitu banyak pertanyaan dalam diri yang menyurutkan langkahku. Bukannya mewujudkan mimpi karena berhak bahagia, yang terjadi justru berusaha menyenangkan orang lain.
Ibu Berhak Punya Mimpi dan Bahagia
Keadaan semakin tidak stabil setelah memiliki anak. Sempat merenung, kemana perginya mimpi-mimpiku selama ini? Apakah aku masih bisa menggapainya?Belum lagi aku punya mama, adik dan nenek yang perlu juga aku bahagiakan. Rasanya aku tidak mau membuang uang yang mama keluarkan demi gelar sarjanaku menjadi sia-sia hanya menjadi pajangan lemari seperti yang orang bicarakan.
Berkali aku pandangi diri dalam cermin, bukan hanya fisik yang berubah namun mental pun ikut tidak baik-baik saja. Aku harus bagaimana, bahkan aku seperti tidak mengenal diriku sendiri.
Berkali aku pandangi diri dalam cermin, bukan hanya fisik yang berubah namun mental pun ikut tidak baik-baik saja. Aku harus bagaimana, bahkan aku seperti tidak mengenal diriku sendiri.
Begitu banyak tekanan yang menghampiri. Belum lagi perang sama diri sendiri yang semakin sulit untuk dihentikan.
Untungnya aku tertolong dengan support system terbaik dari orang terdekat. Aku masih punya prinsip dan naluri untuk bangkit.
Untungnya aku tertolong dengan support system terbaik dari orang terdekat. Aku masih punya prinsip dan naluri untuk bangkit.
“Perempuan boleh nangis, tapi harus bangkit.” Ujar Bu Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri dalam bincang hangatnya di Youtobe Najwa Shihab dalam tema Women in Power.Saat itu aku juga berpikir hal yang sama. Gapapa aku nangis dulu,asal nanti haru bangkit lagi sambil menyusun rencana.
Aku kembali mengevaluasi apa yang terlah terjadi dan apa yang harus aku lakukan. Kuncinya harus bisa menerima keadaan dan kembali mewujudkan mimpi yang sempat tertunda.
Adaptasi sama perubahan status dari seorang perempuan yang punya mimpi besar lalu menikah dan kini menjadi seorang ibu. Nyatanya menjadi ibu bukan halangan bagi perempuan untuk meraih mimpinya. Perempuan hanya berubah status, bukan hilang integritas.
Dalam keadaan bisa berpikir jernih, tanpa disadari ternyata keadaan inilah yang sebenarnya aku inginkan, Memiliki karir namun masih tetap bersama anak di rumah.
Untuk sekarang aku memilih dengan berkarir dari rumah secara remote. Memang berat hati untuk menitipkan Aqlan jika aku pergi bekerja ke ranah publik. Namun, aku tidak mau anak yang menjadi alasan aku tidak memilih apa yang aku inginkan.
Dalam keadaan bisa berpikir jernih, tanpa disadari ternyata keadaan inilah yang sebenarnya aku inginkan, Memiliki karir namun masih tetap bersama anak di rumah.
Cara Ibu Rumah Tangga Mewujudkan Mimpi
Jangan pernah berkecil hati dengan status Ibu Rumah Tangga. Kita juga berhak berkarya dan bahagia. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk wujudkan mimpi meski ada gep year untuk kembali melanjutkan karir di ranah publik atau berkarir dari rumah. Melanjutkan studi ingin S2.Untuk sekarang aku memilih dengan berkarir dari rumah secara remote. Memang berat hati untuk menitipkan Aqlan jika aku pergi bekerja ke ranah publik. Namun, aku tidak mau anak yang menjadi alasan aku tidak memilih apa yang aku inginkan.
1. Mengasah Keahlian
Skill masih sedikit, tapi maunya banyak. Untuk bisa mewujudkan mimpi, tentunya kita tidak bisa hanya berdiam diri.Beruntung kita ada di era teknologi yang berkembang pesat seperti sekarang, banyak komunitas dan platform yang menyediakan banyak pelatihan belajar.
2. Mengambil Peluang di Sekitar
Transformasi digital banyak membawa perubahan pada pekerjaan. Jeli melihat peluang yang ada untuk kita maksimalkan potensinya.Pekerjaan online secara remote seperti digital marketing, virtual Asisten, Content Creator saat ini bidan pekerjaan yang paling banyak diinginkan oleh GenZ.
Ibu Rumah Tangga yang berkutat dengan domestik tidak menutup kemungkinan punya begitu banyak potensi yang bisa dikembangkan.
3. Ibu Bisa Mengatur Waktu
Dengan waktu yang terbatas harus mengurus domestik dan anak, Ibu jadi punya kelebihan dalam mengatur waktu. Ibu tidak mau membuang waktunya sia-sia untuk pekerjaan yang tidak ada manfaatnya.Dari mulai pagi aku mengurus domestik dulu, setelahnya aku baru bisa mulai membuat draft artikel. Ibu menghargai waktu dan memprioritaskan dulu mana yang harus didahulukan.
Makanya sekarang aku fokuskan dan konsisten ngeblog yang membantu aku wujudkan mimpiku melalui bidang menulis.
4. Konsisten pada Kegiatan yang Sedang Dikerjakan
Setelah aku amati, ternyata aku ini kurang konsisten dalam mengerjakan sesuatu. Parahnya lagi senang menunda pekerjaan. Tentunya hal ini tidak baik.Makanya sekarang aku fokuskan dan konsisten ngeblog yang membantu aku wujudkan mimpiku melalui bidang menulis.
5. Mulai Lakukan yang Diinginkan
Mulai sekarang daripada tidak memulai sama sekali. Jika sudah tahu apa yang akan di tekuni, fokus pada pekerjaan itu. Bagaimana kita akan tahu kalau belum mencobanya?
Posting Komentar
Posting Komentar