Setiap manusia mempunyai prasangka terhadap sesama. Prasangka baik atau buruk. Bukan hal yang salah, tapi juga tidak dibenarkan. Karena sudah fitrahnya, alangkah baiknya kita menyalurkan prasangka ke dalam hal yang baik agar tidak merugikan diri sendiri apalagi sampai merugikan orang lain, jangan ya.
Menafikkan prasangka adalah salah satu cara agar kita tidak terperangkap kedalam sebuah ketidakpastian yang bisa menjerumuskan. Sulit sekali menghindarinya, karena sebuah prasangka datang terbesit begitu saja tanpa ada aba-aba.
Yang lebih bahaya lagi jika kita merasa prasangka itu adalah sebuah kebenaran. Mengikuti prasangka sampai tidak sadar yang kita ikuti adalah sebuah kesalahan.
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat dan Maha Penyayang." (QS Al-Hujurat, 49:12).
Menepis Prasangka dengan Berpikir Positif
Segera kita tepis prasangka buruk yang ada dalam hati kita. Kita tidak bisa menduga-duga suatu hal tanpa ada bukti. Kalau terbesit dalam hati kita prasangka yang buruk, yaudah cukup hati kita aja dan kita lupakan segera mungkin. Jangan biarkan lama-lama ada di hati kita.
Apalagi kalau prasangka buruk ke orang lain terus kita mengumbarnya, malah kita yang jadi suudzon. Memang kita bisa saja benar, bisa juga salah. Nah kalau salah? Ucapan yang sudah keluar tidak bisa ditarik kembali. Dan luka yang diterima tidak bisa dihapus dengan mudah.
Yang ada kita menyesal karena telah berburuk sangka. Jadi malu sendiri. Saling memaafkan memang bisa mengurangi beban di pundak, tapi vas bunga yang sudah retak tidak bisa kembali dengan sedia kala saat sebelum retak.
Kenapa Kita Begitu Yakin Terhadap Prasangka?
Otak dan hati kadang kala tidak sejalan. Yang kita lihat baik, tapi prasangka kita buruk. Begitu sebaliknya. Karena prasangka mengarahkan kepada kebenaran (versi kita) yang belum tentu kebenarannya.
Atau bisa jadi karena kita yang salah, merasa kita yang melakukan kesalahan, tapi tidak ingin mengakuinya. Nah ini yang fatal.
Sebaiknya jika kita melihat sesuatu itu sebagai prasangka buruk, kita balikkan menjadi prasangka yang baik. Sehingga hidup kita jadi lebih tenang.
Prasangka Buruk Bisa Membawa Kita ke Dalam Kesirikan
Media sosial sangat berpengaruh dalam persoalan prasangka. Setiap postingan bisa menimbulkan sudut pandang yang berbeda. Bebas berekspresi juga menimbulkan kebebasan berasumsi.
Hak kita untuk memposting sesuatu. Tapi bukan tugas kita untuk menyenangkan semua orang. Dan jelas kita tidak akan bisa. Meski sudah di filter, tetap saja pasti ada yang tidak suka.
Kalau menimbulkan prasangka buruk, itu adalah persoalan yang melihat. Selama postingan kita tidak mengandung unsur kekerasan dan SARA.
Berprasangka Baik
Kita tidak bisa mencegah orang lain untuk berprasangka buruk, tapi kita bisa menahan diri untuk tidak berprasangka buruk kepada orang lain.
Bagaimana kita bisa berprasangka baik terhadap orang lain, kepada Allah dan diri sendiri saja sering kali berprasangka buruk. Padahal Allah sesuai prasangka hambanya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah SWT berfirman; ”Aku tergantung persangkaan hamba kepada-Ku. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diri-Ku. Kalau dia mengingat-Ku di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Posting Komentar
Posting Komentar