Pixabay.com
Kita
tak ingin menerima sesuatu hal yang tidak menyenangkan, tentu saja. Kita selalu
ingin mendapatkan kebenaran yang membahagiakan kita, menenangkan hati. Tapi
jika itu kejujurannya akankah kita menolaknya? Mendadak hilang ingatan? Menolak
atau menerima tetap saja itu kejujuran. Tetap saja itu terjadi. Kejujuran
kadang terasa menyakitkan. Anehnya, kita tidak ingin dibohongi. Tapi kita
menyangkal kejujuran yang menyakitkan. Bertambah mempertanyakan ketidakadilan. Mensyesalkah
sudah mencari?
Lalu
untuk apalagi kita mencari sebuah kebenaran jika kita yakin akan melukai hati
kita? Untuk sekedar memuaskan rasa penasarankah? Atau ingin menyalahkannya kepada
orang lain? Seolah kita yang selalu jadi korban. Tapi jika kita tidak mencari
seolah hanya menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Lantas untuk apa
sebuah ketahuan itu sendiri? Apakah kita mencari karena sungguh-sungguh ingin
mencari jawabannya lalu diurutkan sebagai hipotesa yang telah terjadi atau
untuk apa? Semakin kita mencari justru semakin kita tidak mengerti. Menyadarkan
sebuah harapan kepada manusia hanya akan membuat kecewa.
Mencari
kebenaran berawal dari ketidakpercayaan. Kepercayaan yang sudah hancur akan
sulit untuk dibangun kembali. Selama ketidakpercayaan ada, selama itu pula
kebenaran akan terus dicari. Menerka-nerka setiap perilaku. Mencari-cari sebuah
alasan. Diamlah sebentar. Jangan kau risaukan kebenaran yang fana. Seberapa penting
kebenaran bagimu? Apakah ia membuatmu jauh lebih baik dari kebimbangan? Sungguh,
mencarinya begitu menyibukkan hati dan pikiran.
Ah,
begitu ringkih sekali si bodoh yang ingin menemukan si kebenaran.
Posting Komentar
Posting Komentar