Rindu Ayah,
berat.
Akhir-akhir
ini lagi kangen banget Ayah. Tiap hari juga kangen sih, tapi biasanya sih kalau
udah kaya gini, ada yang lagi dipikirkan dan pengen ngadu ke Ayah hehehe.
Kenapa Ayah
pergi terlalu cepat? Sebelum Ayah melihatku memakai Toga dan sebelum Ayah
menjadi wali di pernikahanku kelak. Toga ini untuk Ayah.
Ayaaaahhh
kakak pengen cerita (tuh kan bener pengen ngadu kalau lagi kangen) hehehe.
Kalau boleh berimajinasi, sedang apakah Ayah disana? Bahagiakah Ayah di sana?
Apakah Ayah melihat aku dari kejauhan?
Ayah, gak
ada Ayah gak ada yang lindungin kakak. Manusia di bumi pada jahat gak ada yang
bantuin kakak. Sedih yah. Kakak dihadapkan sama dunia realita yang begitu keras,
dihempas, dibanting, hempas lagi.
Dulu, waktu
aku masih kecil, Ayah paling bawel kalau aku gak shalat. Kalau gak shalat Ayah
pasti marah. Semakin aku dewasa, Ayah mengajari aku tentang Islam. Alhamdulillah
Ayah mendidikku dengan seperti itu, ternyata sekarang aku tahu bahwa hidup
adalah tentang sebuah pemahaman. Tentang bagaimana kita memaknai hidup dalam
bersyukur.
Ayah, dalam
masa-masa sulit seperti ini, kadang aku merasa lelah. Tapi, ingat nasehatmu
yang selalu menguatkan. Aku butuh sosok Ayah, seperti Ayah yang selalu
melindungiku dan menjagaku dari gigitan nyamuk-nyamuk kecil. Tapi, sekarang
bukan perihal nyamuk-nymuk kecil lagi Ayah, tapi tentang sesuatu yang besar
yang harus aku hadapi sendirian. Dunia besar yang harus aku jalani. Karena hidup
ini ternyata ringkih yah. Dan hakekatnya manusia itu hidup sendirian.
Ayah terlalu
memanjakanku tetapi tidak lepas dari kedisiplinan. Mungkin karena itu Allah
memanggil Ayah terlalu cepat. Telalu cepat bagiku karena aku belum sempat banyak
bercerita. Allah ingin aku mandiri menghadapi dunia ini. Bukan dengan Ayah yang
selalu merangkulku ketika aku tertatih. Tapi, aku sendiri yang harus bangun
ketika terjatuh.
Ayah, kelak
ketika aku bersuami nanti, aku menginginkan sosok lelaki yang lembut dan
bertanggungjawab seperti Ayah. Ayah yang meprioritaslkan pendidikanku, yang
menemani aku dari mulai tes masuk kuliah sampai aku hijrah untuk mengenyam
pendidikanku. Semua Ayah yang urus, terbaik. Aku masih ingat ketika pertama
kali aku memasuki bangku kuliah, saat itu juga Ayah mulai mengelurkan kartunya
untuk mengizinkanku “mengenal lawan jenis”. Sat itu Ayah bilang “siapa lelaki yang
berani nyakitin kakak, Ayah berdiri paling depan!” Wahai kaum adam, baca nih.
Apalagi sekarang diawasinya dari jauh sana hehehe.
Ayah,
mungkin aku kompeten dalam akademik, tapi tidak untuk perihal yang satu ini.
Kalau aku boleh berimajinasi lagi, aku mau cerita untuk urusan yang satu ini
yah. Dan aku ingin Ayah memfilter siapa yang pantas untuk menemani hidupku,
mengimbangiku dan merangkulku. Aku sudah ceritain bukan Ayah tentang niat
baikku ini hehehe.
Ah, banyak
hal yang terjadi. Intinya sih, pengen gelendotan kaya anak embe sama Ayah seperti
dulu hehehe.
Peluk Ayah.
Posting Komentar
Posting Komentar