Pasar Kaget di Depan Kampus Pasca Sarjana UIN
Jakarta
Oleh : Alfida Husna
Pagi
hari yang dingin menyelimuti kota Jakarta di hari minggu. Seolah-olah telah
melepaskan penat karena aktivitas setiap hari yang dipenuhi kendaraan hingga
jalan macet. Kali ini kendaraan lengang, ya setidaknya tidak semacet hari
biasa. Tapi tetap dipenuhi pejalan kaki yang hanya ingin sekedar melihat-lihat
di pasar kaget atau berniat untuk membeli sesuatu.
Hari
minggu jam tujuh pagi, pasar kaget sudah ramai dikunjungi warga sekitar. Mulai
dari anak-anak, remaja sampai bapak-bapak dan ibu-ibu ikut meramaikan suasana
pasar kaget saat matahari mulai menampakan wajahnya. Dan saya pun ada di dalam
keramaian itu. Penuh sesak, sulit sekali untuk saya berjalan diantara para pedagang
yang sudah menjajakan dagangannya dari dini hari. Jalan yang berbentuk dua
deretan memanjang dari utara ke selatan itu saya lalui dengan perlahan sambil melihat
sekeliling, barangkali saja ada yang membuat saya tertarik untuk membeli barang
dagangan itu.
Tapi,
dikeramaian itu hati saya tersentuh dan tertegun ketika melihat sesosok ibu tua
yang lusuh, berdiri merana dengan pakaian compang-camping, mengiba meminta
belas kasihan hanya demi sesuap nasi. Sedih sekali rasanya, hati saya pun ikut
bertanya “mengapa masih ada orang seperti ini ditengah orang-orang yang
sedang melepas lelah karena kesibukan aktivitas sehari-hari?” Tapi apalah
daya, saya hanya mampu melewati ibu tua itu dengan lemas dan mata berkaca-kaca.
Saya
pun kembali berjalan perlahan di deretan para pedagang itu, melihat ke kanan
dan ke kiri. Kali ini pandangan saya tertutuju kepada keramaian ibu-ibu yang
sedang berjongkok memilih-milih makanan. Disana sudah ada ibu-ibu yang berumur
40 tahun dengan anaknya laki-laki yang berumur 11 tahun, berjualan
bermacam-macam pepes dengan harga yang sangat murah yang hanya beralaskan tikar
saja. Kelihatannya enak, dengan berbagai macam-macam pepes, ada pepes jamur
campur tahu, pepes ayam, ikan mas, dan juga ada gorengan tempe dan tahu.
Setelah memilih-milih, akhirnya saya membeli pepes jamur campur tahu dengan
harga tiga ribu rupiah saja. Saya pun menyerahkan uang sepuluh ribu kepada ibu
itu, beliau membalasnya dengan senyuman ramah karena saya telah memebeli
makanan yang beliau jajakan dari pagi sambil menyerahkan uang kembaliannya.
Tepat
di depan pedagang pepes itu, saya melihat kios tempat makan bubur ayam penuh
dengan pembeli yang sedang berburu sarapan. Sampai ada yang tidak kebagian
tempat duduk, dan akhirya pergi begitu saja meninggalkan tempat itu. Disebelah kiri
tempat makan bubur ayam, saya melihat pedagang buah-buahan yang segar sedang
merapikan dagangannya, mungkin supaya menarik perhatian orang-orang yang lalu
lalang untuk membelinya. Banyak sekali buah-buahan yang segar, ada pisang,
mangga, manggis, salak, semuanya ditata dengan rapi. Dan ibu-ibu yang selalu
memenuhi tempat para pedagang.
Sementara
disebelah kanannya terdengar teriakan dua orang wanita mem-promosikan barang
dagangannya. Bermacam-macam kerudung dibuat inovasi dengan model hijabers
menarik para wanita-wanita untuk melihatnya. Ditata rapi pada patung-patung
buatan. Semua harga di pasar kaget murah, termasuk kerudung bermacam-macam
model dan warna ini.
Tidak
ada yang ingin saya beli lagi, saya pun melangkahkan kaki mengikuti arus
manusia-manusia yang ada di hadapan saya. Langkah kaki saya pun terhenti tepat
di depan pedagang kerak telor, hanya sekedar ingin melihat cara membuatnya
saja. Betapa hebatnya pedagang itu bisa membuat kerak telor di lempar-lempar ke
atas layaknya sebuah chef di restoran hotel yang terkenal. Saya pun berdetak
kagum.
Pasar
kaget begitu memanjakan mata saya dengan pandangan-pandangan berbagai macam
makanan yang memikat dan barang-barang yang unik dan lucu. Tidak ada kata lelah
untuk masih melanjutkan perjalanan saya melihat-lihat isi pasar kaget dengan
para pedagang yang begitu ramah di cuaca pagi yang cerah. Dari kejauhan saya
melihat mobil es krim terbuka dipenuhi anak-anak kecil yang tidak sabar ingin
menikmati es krim rasa coklat dan vanila. Saya pun ikut membeli dan
menikmatinya. Segar sekali duduk disekitar pasar kaget menikmati pagi
disela-sela sang matahari mulai memancarkan sinarnya yang mulai terasa panas.
Jarum
jam pun berputar menunjukan arah jam delapan, tidak terasa sudah satu jam saya
berjalan melihat para pedagang yang menjajakan dagangannya mulai dari yang
beralas tikar, gerobak, mobil terbuka, sepeda motor, bahkan sepeda pun ada.
Pedagang jamu dengan sepeda keranjangnya begitu semangat memberikan jamu kepada
para pelanggannya.
Sebagian
para pedagang sudah mulai ada yang merapikan dagangannya karena sudah habis.
Sebagian masih dengan semangat melayani konsumen yang ada di pasar kaget.
Langkah kaki saya kali ini mengikuti jalur manusia-manusia yang mencoba pergi
menghindar dari kerumunan ini. Mengantarkan saya ke depan pintu gerbang asrama
putri. Dengan tangan kanan menjinjing erat satu kantong plastik putih yang
berisi pepes jamur campur tahu. Canda tawa menghiasi semua manusia yang pergi
menuju tempat peraduan.
Pasar kaget, ya begitulah orang-orang
menyebutnya. Mungkin adanya di hari minggu, sehingga membuat orang-orang kaget.
Entahlah.
#March2013
Posting Komentar
Posting Komentar