“hehe maafin Khaira Umi sudah mengagetkan Umi, tadi Ustadzah Zahra disekolah bilang kalau bulan Ramadhan itu sebentar lagi. Apa benar Umi?”, jelas Khaira begitu bersemangat karena seolah tidak percaya bahwa bulan yang penuh berkah dan rahmat itu akan segera tiba.
Ibunya yang
sedari tadi sedang membersihkan rumah, berhenti sejenak untuk menjelaskan
pertanyaan yang diajukan putrinya itu. Rumah yang selalu dibersihkan setiap
harinya. Karena lingkungan yang bersih dapat terhindar dari penyakit. Juga
seperti yang dicontohkan Rasulullah bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Ibunya tersenyum,
lalu kemudian menjawab, “Betul Nak”.
“Betul?”, Khaira
kembali mengulang jawaban Uminya dengan wajah yang begitu gembira.
“Betul Nak, di
bulan Ramadhan kita diperintahkan untuk berpuasa”, Uminya kembali menjelaskan.
“Puasa menahan
lapar dan haus itu ya mi?”, tanya Khaira yang wajahnya sekarang berubah menjadi
sedih.
“Iya Nak, tapi
sekarang kamu ganti baju dulu ya. Lalu sholat setelah itu kita makan siang. Umi
sudah masak makanan yang enak untuk kamu. Nanti sesudah makan, Umi jelaskan
kenapa kita sebagai umat Muslim harus berpuasa. Khaira yang solehah dan cantik
mau kan mendengarkan cerita Umi?’’
“Mau miiiiiiiiii!!”
Khaira tambah
semangat ketika mendengar Uminya telah memasak makanan yang enak untuk dirinya.
Karena perut Khaira sudah bunyi sejak
dari tadi dalam perjalanan pulang dari sekolahnya menuju rumahnya. Panasnya
matahari di jalan dan wanginya masakan Uminya membuat Khaira ingin segera
menyantap makanan paling enak Uminya itu, yang menjadi makanan kesukaannya,
yaitu sup ayam dengan banyak sayurannya.
Tapi Ia harus
mengganti pakaian lalu shalat. Kata Ayah, anak solehah pulang sekolah harus
segera mengganti seragam sekolah dengan baju santai di rumah. Karena seragam
sekolah itu digunakan disekolah untuk belajar bukan untuk digunakan di rumah.
Khira ingin jadi anak solehah, maka ia pun menurut apa yang dikatakan orang
tuanya. Lalu ia shalat lima waktu seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Setelah
mengganti baju dan makan siang bersama, Khaira menemui Uminya yang sedari tadi
sudah memanggil-manggil. Khaira duduk disebelah Ibunya dengan siap akan
mendengarkan cerita Ibunya yang sudah dijanjikan oleh Ibunya. Khaira pun mengulang pertanyaannya kembali.
“Jadi, minggu
depan beneran kita semua berpuasa mi?”
“Iya Khaira,
selama kita berpuasa, kita harus menahan lapar dan haus. Nanti khaira belajar
berpuasa ya?”.
“Jadi nanti
kalau Khaira puasa, Khaira gak makan sama minum mi?”
“Benar sayang.
Menahan lapar dan haus sampai waktu adzan magrib tiba.”
“Kenapa kita
tidak boleh makan dan minum selama bulan puasa mi? Nanti kalau Khaira lapar
gimana?”, tanya Khaira penasaran
Uminya
tersenyum, lalu kemudian menjawab pertanyaan Khaira. “Pertanyaan yang bagus
Khaira. Selama berpuasa itu tidak boleh makan dan minum karena itu sudah diperintahkan
Allah SWT, agar kita juga bisa merasakan bagaimana susahnya orang yang
kelaparan karena tidak mempunyai makanan untuk dimakan atau karena tidak puya
uang untuk membelinya. Karena diluar sana masih banyak anak-anak yang kurang
beruntung yang belum tentu setiap harinya mereka menemukan makanan Khaira.
Jadi, kita harus lebih banyak bersyukur lagi Khaira...”
“Iya Umi”,
Khaira menjawab sambil membayangkan betapa sedihnya teman-teman Khaira diluar
sana yang tidak bisa makan enak seperti yang dilakukannya sepulang sekolah
seperti tadi. Khiara sedih.
“Nah, Khaira
mau kan belajar puasa satu bulan penuh?”
“Nanti kalau
Khaira lapar gimana mi?”
“Khaira....
anak solehah tidak boleh mengeluh. Insya Allah, jika niat kita berpuasa karena
Allah, Allah akan memudahkan puasa kita. Apalagi Khaira tahun lalu sudah pernah
mencobanya satu kali, Khaira pasti bisa.”
“Iya Umi,
Khaira akan mencobanya, kali ini tidak bolong-bolong”.
Khaira pun
bertekad kali ini ntuk berpuasa tamat sampai magrib satu bulan penuh, karena sekarang
sudah besar sudah kelas 2 SDIT. Pikir Khaira dalam hati.
*
Ttteeetttt.....Ttteeeettttt....Tttteeeettttt...
Bunyi bel
sekolah terdengar keras sekali, membuat anak-anak SDIT Manbaul Ulum segera
berlari memasuki kelas.
“Assalamu’alaikum
anak-anak” Salam Ustadzah Zahra pagi ini membuat semangat anak-anak.
“Wa’alaikumsalam
Ustadzah”, jawab anak-anak bersemangat.
“Wah, hari ini berseangat
sekali ada apa ya?”, tanya Ustadzah Zahra penasaran bercampur senang karena
melihat kecerian mereka.
“Hari ini kan
hari pertama bulan Ramadhan Ustadzah”, Khaira menjawab dengan penuh semangat.
“Ah sebal tadi
pagi aku jadi tidak sarapan, lalu nanti siang tidak makan dan minum kan nanti
lapar Ustadzah dan harus bangun
pagi-pagi untuk makan sahur, kan masih ngantuk Ustadzah!”, celetuk Imron, anak
laki-laki berbadan besar yang senang sekali makan sambil menutup mulutnya
karena menahan kantuk.
“ckckck dasar
Imron tukang makan!”, sahut Zaki sebal karena yang dipikirannya hanya makan
saja. Dan seketika kelas menjadi gaduh karena saling bersahut-sahutan satu sama
lain.
“Sssssttt...sudah
sudah anak-anak. Jangan berantem. Di bulan Ramadhan kan kita harus menahan
amarah juga. Ingat kan?”
Anak-anak
saling menatap dan menundukkan kepala.
“Nah, ada yang
masih ingat apa hukumnya puasa?”
“Wajib
Ustadzah!”
“Betul sekali
Khaira. Lalu, hari ini siapa yang sedang berpuasa?”
Semua anak-anak
mengangkat tangan. Kecuali Fatma.
“kenapa Fatma
tidak berpuasa?”
“Fatma tidak
sahur ustadzah karena tidak bangun sewaktu Umi membangunkan untuk sahur” terang
Fatma sambil menundukkan kepala.
Ustadzah Zahra
tersenyum, “Ohhh... tidak apa-apa Fatma, besok masih ada kesempatan untuk
berpuasa, jadi tidurnya jangan malam-malam agar nanti sewaktu sahur tidak
mengantuk. Dan buat kalian yang berpuasa, tunggu buka puasa sampai waktu adzan
magrib tiba ya. Tetapi jika tidak kuat menahan, boleh dibatalkan waktu
dzuhur. Terus ditingatkan dari hari ke
hari, agar terbiasa sampai waktu magrib. Semuanya ingin puasa sebulan penuh
kan?”, tanya Ustadzah.
“Iya Ustadzah”,
jawab anak-anak serempak.
“Khaira mau
jadi anak solehah belajar puasa sampai magrib selama bulan Ramadhan menahan
makan dan minum Ustadzah!”.
“Bagus Khaira.
Tapi igat ya, jangan hanya menahan makan dan haus tapi harus menahan emosi
juga”.
“kenapa sih
Ustadzah kita harus menahan emosi?”, tanya Zaki yang dari tadi sudah tidak
sabar ingin bertanya”.
“Karena kalau
kita marah-marah dapat membatalkan puasa.”
Zaki masih
tidak mengerti mengapa hanya karena marah-marah puasa kita mnejadi batal. Ustadzah
Zahra kembali menjelskan “Karena kalau marah itu dapat membuat hati kita
menjadi kotor dan menyakiti orang lain. Dan Allah tidak menyukai itu”
“Ooooohhh....”,
sekarang Zaki dan anak-anak kelas 2 SDIT paham.
**
“Assalamu’alaikum
Khaira”, terdengar pintu diketuk oleh Nabilah.
“Wa’alaikumsalam”,
jawab Khaira sambil membukakan pintu rumahnya.
“Oh, Nabilah silahkan
masuk, ada apa?”
“Aku ingin
mengajak kamu mengaji sambil menunggu waktu berbuka puasa. Bagaimana?”
“Wah...ayok
kita mengaji agar badan kita juga tidak lemas dan puasa kita semakin
bersemangat ya. Kita ajak juga teman-teman yang lain. Semakin banyak yang
mengaji semakin tambah semangat bukan hehe.” Balas Khaira dengan penuh semnagat
karena senang diajak mengaji oleh sahabatnya Nabilah
“Iya..iya...
ayo cepat ganti bajumu. Kita ajak teman-teman yang lain lalu kita ke mesjid.
Ada Ustadz Sofyan yang akan mengajar mengaji kita. Nanti keburu Ustad nya
datang nanti terlambat.”
“Oke deh tunggu
sebentar ya bil”, jawab Khaira sambil beranjak pergi bergegas untuk
bersiap-siap berganti baju.
Setelah
berpamitan dengan Umi, Khaira pun pergi megaji dengan Nabilah berjalan kaki.
Karena jarak rumah dengan mesjid tidak terlalu jauh. Sebelum pergi ke mesjid,
Khaira pergi ke rumah Zaki, Imron dan Fatma untuk mengajak mereka mengaji. Dan
mereka pun senang diajak mengaji. Rumah terakhir yang mereka kunjungi, rumah
Fatma.
“Aku kan tidak
puasa, aku malu kalau ikut mengaji.”
“Gapapa Fatma,
kita kan mau belajar, tidak ada salahnya kan belajar?” Zaki membujuk.
“Iya betul tuh
apa yang dibilang Zaki. Walaupun tadi siang aku sudah berbuka puasa karena tidak
kuat menahan lapar hehehe”. Imron ikut membujuk walaupun jadinya yang lain
berpandangan karena ternyata Imron sudah membatalkan puasanya.
“Huuuuhhh kamu
ini gimana sih Imron, makan saja ingatnya, jadinya sudah batal kan pausanya”,
Nabilah malah menyoraki Imron.
“Huuusshhh sudah-sudah
kok malah jadi ribut. Ingat apa yang Ustadzah Zahra bilang kepada kita, jangan
marah harus bisa menahan emosi.” Khaira mengingatkan.
“Astagfirullohaladzim...
hehehe maaf ya teman-teman”, Nabilah meminta maaf.
“Ya sudah, yuk
fatma kita berangkat mengaji. Kita pasti sduah ditunggu Ustad Sufyan”.
“Iya. Terima
kasih ya kalian sudah mengajak aku mengaji.”
Akhirnya Fatma ikut
mengaji. Khaira, Nabilah, Fatma, Imron dan Zaki berangkat ke mesjid sama-sama
sambil bersolawat ntuk baginda Nabi Muhammad SAW. Sesampainya di mesjid, Ustad
Sufyan dan teman-teman yang lain sudah menunggu dari tadi.
“Assalamu’alaikum
Ustad”, sapa mereka serempak.
“Wa’alaikumsalam”,
jawab salam dari Ustad Sufyan.
“Nah, karena
semua sudah datang, ayo dibaca doa mau belajarnya lalu dilanjutkan dengan
membaca Surat Al-Fatihah”.
Mereka pun
mulai membaca doa mau belajar dan Surat Al-Fatihah dengan bersemangat. Lalu
menyetor hafalan surat-surat pendek. Tidak terasa waktu sudah mendekati waktu
magrib. Mereka pun bergegas ke rumah masing-masing. Sebelum pulang Ustad Sufyan
berpesan kepada mereka berlima.
“Jangan lupa
hafalanmu Imron dan besok puasamu harus sampai magrib ya. Belajar
sedikit-sedikit Insya Allah nanti terbiasa. Dan untuk Fatma, jangan tidur
terlalu larut agar sahur tidak kesiangan dan belajar berpuasa sampai magrib
juga ya.”
“Untuk Khaira,
Zaki dan Nabilah.....”
Mendengar nama
mereka disebut, mereka menoleh ke arah Ustad Sufyan.
“Iya Ustad”,
mereka menjawab bersamaan
“Jangan hanya
berpuasa, tapi harus bisa menahan emosi. Tingkatkan lagi belajar puasanya. Dan
kalian hati-hati ya pulangnya”.
Mereka
berpamitan dan berjanji besok ingin belajar mengaji lagi. Ustad Sufyan sangat
baik dan sabar mengajari mereka belajar hafalan surat. Meski hafalan mereka
masih terbata-bata.
***
Dug....Dug...Dug....
“Alhamdulillaaaaahh...”,
seru Khaira senang akhirnya waktu yang ditunggu telah tiba.
Banyak makanan
di meja makan yang sudah disediakan Umi. Ada kolak pisang, teh manis, gorengan,
es kelapa, kurma, dan masih banyak yang lain. Khaira langsung mengambil es
kelapa sebelum Umi berhasil mencegahnya.
“Kalau buka
puasa minum yang hangat dulu, Khaira. Nanti perutmu sakit Nak!”, Cegah Uminya.
“Kenapa bisa
begitu Umi? Sedikit saja ya Umi, kan Khaira haus sekali, tenggorokan Khaira
kering”, sesekali tangannya menunjukkan tenggorokannya.
“Selama
berpuasa kan tubuh kosong, jadi sebaiknya diisi dengan yang manis. Ini minum
teh manis hangat lalu kurma ya, agar perut tidak mual.”
Khaira menurut
dan segera mengambil teh manis hangat yang sudah disediakan Uminya.
“Hayoh jangan
lupa baca doa buka puasa dulu. Hafal kan doanya?”
“Allahumma baariklanaa
fiiimaa rozaktana waqina ‘azza bannaar”, lalu dimiumnya teh manis hangat.
“Pintar sekali
anak Umi”.
***
Khaira, Fatma,
Nabillah, Zaki dan Imron mereka selalu pulang sekolah bersama karena rumah
mereka berdekatan. Mereka menceritakan bagaimana perjuagan berbuka puasa
kemarin sampai magrib. Dan alhamduilah berhasil melewatinya. Hari ini Fatma
berpuasa karena tidak kesiangan sahur. Dan Imron berjanji kali ini harus bisa
sampai magrib. Diperjalanan dari sekolah menuju rumah, mereka melihat anak
seusia mereka makan di pinggir jalan.
“Astagfirullohaladzim
kenapa anak itu makan disiang hari seperti ini?” Khaira heran.
“Dia tidak
puasa sepertinya Khaira”, tambah Zaki.
“Bagaimana
kalau kita tanya saja dia”, kata Imron.
“Iya, kasihan
sekali bajunya saja kotor seperti itu” Nabilah yang asal saja langsung diperingatkan
oleh teman-temannya.
Mereka pun
menghampiri anak itu.
“Assalamu’alaikum,
namamu siapa?” tanya Fatma.
Bukannya menjawab,
anak itu malah berpaling.
“Kenalin, aku
Khaira”, sambil mengulurkan tangannya.
Anak lelaki itu
menoleh lalu kemudian menjawab pertanyaan Khaira.
“Aku Rizki”.
“Kenapa kamu
malah makan disini sekarang kan lagi bulan Ramadhan, apakah kamu tidak malu?”
tanya Imron.
Rizki bukannya
menjawab malah menangis tersedu-sedu.
“Ih Imron
jangan bicara seperti itu, kasian kan Rizki”. Fatma menenangkan.
“Sudah ya Rizki
jangan sedih, kamu mau kan jadi teman kita. Ini fatma, Ini Nabilah, yang
badannya besar ini Imron dan yang pake kacamata ini Zaki”.
Rizki menatap
mereka satu persatu lalu mengangguk pelan.
“Kamu ceritakan
saja semuanya sama kita, jangan sedih”, Khaira menambahkan.
“Aku hanya
memungut sisa makanan ini, perutku lapar sekali.” Rizki masih tersedu sambil
menundukkan kepala.
“Kamu tidak mau
belajar puasa?”, Nabilan bertanya.
“Bagaimana aku
mau puasa, kalau tiap hari saja aku kelaparan.”
Astagfirolohaladzim
batin Khaira dan teman-temannya. Masih saja ada anak seusianya yang kelaparan.
Khaira sedih sekali melihatnya. Pasti sedih sekali merasa kelaparan setiap
hari.
“Bagaimana
kalau kamu ikut mengaji bersama kita? Nanti seusai mengaji akan ada buka puasa
bersama” tanya Fatma.
“Kapan?”
“Sesudah
Ashar.”
“Aku malu, aku
kan miskin tidak seperti kalian.”
Khaira mencoba
menjelaskan “Rizki, dimata Allah kita semua itu sama tidak ada yang miskin atau
kaya. Karena harta itu kan titipan Allah SWT. Siapa saja boleh ikut belajar.”
“Betul itu
Rizki, bacaan aku saja masih terbata tapi aku mau belajar kok hehe”, Imron tak
mau kalah.
Fatma juga ikut
membujuk Rizki, “Ayok ikut ya Rizki, semakin banyak yang mengaji semkain ramai.
Nanti kamu datang saja ke mesjid Al-Ikhlas, nanti kita tunggu disana ya.
“Dan ini aku
ada lebih buku tulis kosong dan pensil. Bisa kamu pakai untuk mengaji nanti”
Khaira mengeluarkan buku tulis kosong dan pensil dari dalam tasnya.
“Tidak usah”,
Rizki berusaha menolak pemberian Khaira
“Ambil saja,
kalau tidak nanti aku marah loh.”
“yasudah,
terima kasih Khaira”
**
Khaira dan
teman-temannya sudah sampai di mesjid. Anak-anak yang lain pun sudah berdatangan.
Tetapi mereka merasa ada yang kurang. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, tampaknya
yang mereka cari tidak ada. Mereka pun duduk dengan lemas. Ketika Ustad Sufyan
ingin memulai mengaji, terdengar suara salam yang Khaira dan teman-temannya tunggu
dari tadi.
“Assalam......mualaikummm”,
suara gugup salam terdengar.
“Wa’alaikumsalam”
jawab Ustad Sufyan dan mempersilahkan Rizki duduk. Lalu menyilahkan
memperkenalkan diri.
“Saya Rizki,
Ustad”
“Rizki hari ini
puasa tidak?”
Sambil menunduk
malu Rizki menjawab, “Tidak Ustad”.
“Yasudah tidak
apa-apa, tapi besok harus belajar berpuasa ya.”
Kegiatan
mengaji dimulai seperti biasa. Setelah selesai mengaji, sambil menunggu buka
puasa bersama, Ustad memberikan sesuatu kepada Rizki.
“Ustad bangga
kepada Khaira, Fatma, Nabilah, Zaki dan Imron”. Ustad Sufyan berhenti sejenak,
lalu melanjutkan, “Karena sudah mau menyebarkan kebaikan kepada sesama, seperti
mengajak Rizki mengaji misalnya.”
“Ustad juga
bangga sama kalian yang masih berpuasa sampai hari ini, nah Rizki nanti besok
belajar puasa juga ya.”
“Ini ada
sedikit tabungan yang dikumpulkan dari teman-teman yang mengaji untuk Rizki”
“Iya Rizki, ini
dari kita semua, terima ya” Khaira membantu mejelaskan.
Sebelum memulai
mengaji Khaira dan teman-temnnya menceritakan kejadian tadi siang kepada
teman-teman yang lain, dan mengusulkan ide untuk membantu Rizki walaupun uang
yang dikumpulkan tidak banyak. Dan teman-teman yang lain pun setuju untuk
mengumpulkan sedikit uang.
“Apalagi
sekarang bulan Ramadhan, membantu sesama banyak pahalanya.” Ustad Sufyan
menjelaskan.
“Jadi, bulan
puasa tidak hanya menahan lapar dan haus serta emosi, juga kita dianjurkan
untuk saling tolong menolong. Jangan sampai saudara kita sesama muslim
merasakan kelaparan sehinga tidak bisa ikut berpuasa di bulan Ramdhan.”
“Ustad senang
dengan sikap menolong kalian.” Ustad terus menambahkan.
Rizki
mengucapkan terima kasih kepada semuanya atas bantuan yang telah diberikan dan
kepedulian teman-teman baru yang baru dikenal. Rizki tidak menyangka mereka
peduli sama Rizki. Rizki berjanji pada dirinya mulai sekarang akan belajar
berpuasa seperti yang lain, dan belajar mengaji pada Ustad Sufyan. Dan Khaira,
Fatma, Nabilah, Zaki dan Iimron juga akan lebih peduli terhadap sekitar untuk
saling tolong menolong.
“Nah, waktu
magrib sudah tiba. Alhamdulillah, ayo kita buka puasa bersama tapi baca doa
dulu ya.” Ustad Sufyan mengingatkan.
“Alhamdulillah,
iya Ustad”.
Posting Komentar
Posting Komentar